A. Mukaddimah
Musa (lahir ~1527 SM,
meninggal ~1408 SM) adalah seorang nabi yang menyampaikan Hukum Taurat dan
menuliskannya dalam Pentateveh/Pentateukh (Lima Kitab Taurat ) dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.
Musa adalah anak
Amram bin Kehat dari suku Lewi, anak Yakub bin Ishak. Ia diangkat menjadi nabi
sekitar tahun 1450 SM. Ia ditu gaskan untuk membawa Bani Israil (Israel) keluar
dari Mesir. Namanya disebut kan sebanyak 873 kali dalam 803 ayat dalam 31 buku
di Alkitab Terjemahan Baru[10] dan 136 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki 2
orang anak (Gersom dan Eliezer) dan wafat di Tanah Tih (Gunung Nebo).
B. Kisah Nabi Musa
Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani
Isra’il yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Fir’aun yang bersikap kejam dan
zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub adalah beribukan Yukabad.
Setelah meningkat dewasa Nabi Musa telah beristerikan dengan puteri Nabi
Syu’aib yaitu Shafura. Dalam perjalanan
hidup Nabi Musa untuk menegakkan Islam dalam penyebaran risalah yang telah diutuskan
oleh Allah kepadanya ia telah diketemukan beberapa orang nabi diantaranya ialah
bapak mertuanya Nabi Syu’aib, Nabi Harun dan Nabi Khidhir. Di sini juga diceritakan
tentang perlibatan beberapa orang nabi yang lain di antaranya Nabi Somu’il serta
Nabi Daud.
Para ahli tafsir berselisih pendapat tent ang Syu’aib, mertua Nabi
Musa.
Sebagian besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu’aib A.S. yang diutuskan
sebagai rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain berpendapat bahwa ia adalah
orang lain yaitu yang dianggap adalah
satu kebetulan namanya Syu’aib juga. Wallahu A’lam bisshawab.
Nabi Musa Menurut Pandangan Yahudi dan Kristen
Musa adalah seseorang yang diutus oleh Allah untuk pergi
membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, dan menuntun mereka pada tanah
perjanjian yang dijanjikan Allah kepada Abraham, yaitu tanah Kanaan.
Musa harus melewati berbagai macam rintangan sebelum akhirnya benar-benar
menerima mandat sebagai orang yang diutus oleh Allah untuk membebaskan bangsa
Israel, misalnya: hampir dibunuh ketika ia masih bayi, dikejar-kejar oleh
Firaun, sampai harus menjalani hidup sebagai gembala di tanah Midian selama 40
tahun. Itu semua diijinkan Tuhan untuk
membentuk karakternya, sampai akhirnya Malaikat Tuhan menampakkan diri
kepadanya dalam peristiwa semak duri yang menyala, tetapi tidak dimakan api. Ketika Musa sudah menerima
mandat untuk membebaskan bangsa Israel, kuasa Tuhan mulai menyertai Musa, ditandai
dengan adanya mukjizat-mukjizat yang diadakan oleh Tuhan melalui Musa, baik ketika
masa pembebasan Israel dengan tulah-tulah, maupun ketika masa perjalanan bangsa
Israel ke Kanaan.
Pada akhirnya, Musa tidak sampai memimpin bangsa Israel masuk ke tanah
Kanaan, oleh karena kesalahan perkataan Musa di Mara yang disebabkan oleh betapa
pahit hati Musa menghadapi orang Israel. Musa hanya mengantarkan orang Israel
sampai ke tepi sungai Yordan, sebelum menyeberang ke tanah Kanaan, tanah yang
dijanjikan tersebut. Musa akhirnya digantikan oleh abdinya yang setia yaitu Yosua bin Nun, yang akhirnya berhasil memimpin
bangsa Israel masuk dan menduduki tanah Kanaan.
Garis waktu kehidupan Musa adalah sebagai berikut, Musa dilahirkan
setelah Yusuf meninggal, di dalam pemerintahan Firaun. Musa berasal dari suku
Lewi.
Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya
Raja Fir’aun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa,
adalah seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia memerintah
negaranya dengan kekerasan, penindasan dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya. Rakyatnya hidup
dalam ketakutan dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama
Bani Isra’il yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan bertindak
sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya. Mereka merasa tidak tenteram
dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada dalam rumah mereka sendiri.
Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan dengan seorang hamba raja
dan berdebar hati mereka karena ketakutan bila kedengaran suara pegawai-pegawai
kerajaan lalu di sekitar rumah mereka, apalagi bunyi kasut mereka sudah terdengar
di depan pintu.
Raja Fir’aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu ,bergelimpangan
dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya, bahkan mengumumkan
dirinya sebagaitu han yang harus disembah oleh rakyatnya. Pada suatu hari beliau telah terkejut oleh ramalan oleh
seorang ahli nujum kerajaan yang dengan tiba-tiba datang menghadap raja dan
memberitahu bahwa menurut firasat falaknya, seorang bayi lelaki
akan dilahirkan dari kalangan Bani Isra’il yang kelak akan menjadi musuh
kerajaan dan bahkan akan membinasakannya. Raja Fir’aun segera mengeluarkan
perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir
dibunuh dan agar diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun
dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu . Maka
dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah
dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka
pada saat melahirkan bayinya.
Raja Fir’aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan
kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya
telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih
hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dapat dibendung dan bahwa
takdirnya bila sudah difirman “Kun” pasti akan wujud dan menjadi kenyataan
“Fayakun”. Tidak ada sesuatu kekuasaan yang
bagaimana pun besarnya dan kekuatannya serta bagaimana pun hebatnya dapat
menghalangi atau mengagalkannya.
Raja Fir’aun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam
dan zalim itu bahwa kerajaannya yang
megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lauhul Mahf udz, akan ditu mbangkan
oleh seorang bayi yang justru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri
akan diwarisi kelak oleh umat Bani Isra’il yang dimusuhi, dihina, ditindas dan
disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah
laksana bunga mawar yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana
fajar yang timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang
mencekam. Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub
sedang duduk seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti datangnya
seorang bidan yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari
dalam kandungannya itu . Bidan datang dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya
selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sehat afiat. Dengan
lahirnya bayi itu , maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh
setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa
bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa sedih dan
khawatir bahwa bayinya yang sangat disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Fir’aun. Ia
mengharapkan agar bidan itu merahasiakan
kelahiran bayi itu dari sesiapa pun.
Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu
yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan, dan bidan pun memberi
kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu .
Setelah bayi mencapai tiga bulan,Yukabad tidak merasa tenang dan
selalu berada dalam keadaan cemas dan khawatir terhadap keselamatan bayinya. Allah
memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti yang
tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh
bersedih dan cemas atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan
bayi itu kepadanya bahkan akan
mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap
jaminan Illahi, maka dilepaskannya peti bayi itu oleh Yukabad, setelah ditu tup rapat dan dicat
dengan warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan
oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahasia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan
ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi arti yang sangat besar bagi
perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa
peti yang diawasi itu , dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi
sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana
dan diserahkan kepada ibunya, isteri Fir’aun. Yukabad yang segera diberitahu
oleh anak perempuannya tentang nasib peti itu , menjadi kosonglah hatinya
karena sedih. Andai kata Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya
kepada jaminan Allah yang telah diberikan kepadanya. Raja Fir’aun ketika
diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di dalam
peti yang terapung di atas permukaan sungai Nil, segera memerintahkan membunuh
bayi itu seraya berkata kepada isterinya:
“Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab
kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami yang besar ini.” Akan
tetapi isteri Fir’aun yang sudah
terlanjur menaruh simpati dan sayang
terhadap bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada suaminya:
“Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih
baik kami ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat
bagi kami. Hatiku sangat tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan
kesayangmu”. Demikianlah jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka dilincinkanlah jalan bagi terlaksananya
takdir itu . Dan selamat lah nyawa putera Yukabad yang telah ditakdirkan oleh
Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan amanat wahyu-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang sudah sesat .
Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir’aun, berarti air dan pohon
{Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat ditemukannya peti bayi itu . Didatangkanlah
kemudian ke istana beberapa inang untuk menjadi ibu susuan Musa. Akan
tetapi setiap inang yang mencoba dan
memberi air susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedut dari setiap tetek
yang diletakkan ke bibirnya. Dalam keadaan isteri Fir’aun lagi bingung
memikirkan bayi pungutnya yang enggan menetek dari sekian banyak inang yang didatangkan
ke istana, datanglah kakak Musa menawarkan seorang inang lain yang mungkin
diterima oleh bayi itu .
Atas pertanyaan keluarga Fir’aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga
bayi itu , berkatalah kakak Musa: “Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu
bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh
anak, kalau-kalau bayi itu dapat menerima
air susu ibu keluarga itu ”. Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir’aun
dan seketika itu jugalah dijemput ibu
kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya,
disedutlah air susu ibu kandungnya itu dengan sangat lahapnya. Kemudian diserahkan Musa
kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan imbalan upah
yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah kepada Yukabad bahwa
ia akan menerima kembali puteranya itu .Setelah selesai masa meneteknya, dikembalikan
Musa oleh ibunya ke istana, di mana ia di asuh, dibesarkan dan dididik sebagaimana
anak-anak raja yang lain. Ia mengenderai kenderaan Fir’aun dan berpakaian
sesuai dengan cara-cara Fir’aun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai
Musa bin Fir’aun.
Nabi Musa keluar dari Mesir
Sejak ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa
hidup sebagai salah seorang daripada keluarga kerajaan hingga mencapai usia
dewasanya, dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi
istana. Allah mengaruniakannya hikmah dan penget ahuan sebagai persiapan tugas
kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan
rohani, ia dikaruniai oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani. Musa
mengetahui dan sadar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak ada
setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah
keturunan Bani Isra’il yang ditindas dan diperlakukan sewenangwenangnya oleh
kaum Fir’aun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada
kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang
menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong
oleh rasa setia kawannya kepada
orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa
meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah
lorong di waktu tengahari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya
sedang tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani
Isra’il bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Fir’aun bernama Fat’un. Musa yang
mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap musuhnya
yang lebih kuat dan lenih besar itu , segera melontarkan pukulan dan
tumbukannya kepada Fat’un yang seketika itu jatuh rebahan menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Musa terkejut melihat Fat’un, orang Fir’aun itu mati karena tumbukannya yang tidak
disengajakan dan tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia berdoa dan beristighfar
kepada Allah memohon ampun atas perbuatannya yang tidak sengaja, telah melayang
nyawa salah seorang daripada hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fat’un menjadi perbualan ramai dan menarik para
penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Isra’illah yang
melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang
berat ,bila ia tertangkap.
Anggota dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelosok
kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fat’un, yang sebenarnya hanya diketahui
oleh Samiri dan Musa saja. Akan tetapi, walaupun tidak orang ketiga yang
menyaksikan peristiwa itu , Musa merasa cemas dan takut dan berada dalam
keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai tercium oleh
pihak penguasa.
Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati
menghindari kemungkinan terbongkarnya rahasia pembunuhan yang ia lakukan tatkala
ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya
disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri
yang telah ditolongnya melawan Fat un, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali
keduanya dengan salah seorang dari kaum Fir’aun. Melihat Musa berteriaklah
Samiri meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi
seraya berkata menegur Samiri: ” Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah
sesat .” Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekat inya,
lalu berteriaklah Samiri berkata: “Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana
engkau telah membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau
hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan
bukan orang yang mengadilkan kedamaian”.
Kata-kata Samiri itu segera tertangkap orang-orang Fir’aun, yang
dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang mencari
jejaknya. Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir, yang akhirnya
memutuskan untuk menangkap Musa dan membunuhnya sebagai balasan terhadap matinya
seorang dari kalangan kaum Fir’aun.
Selagi orang-orang Fir’aun mengatur rancangan penangkapan Musa,
seorang lelaki salah satu daripada sahabatnya datang dari ujung kota memberitahukan
kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa
Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap. Lalu keluarlah
Musa terburu-buru meninggalkan Mesir, sebelum anggota polisi sempat menutup serta
menyekat pintu-pintu gerbangnya.
Musa A.S. pulang ke Mesir dan menerima Wahyu
Sepuluh tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia
melarikan diri dari buruan kaum Fir’aun. Suatu waktu yang cukup lama bagi
seseorang dapat bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah air, tempat
tumpah darahnya , walaupun ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup di dalam
tanah airnya sendiri. Apa lagi seorang seperti Musa yang mempunyai
kenangkenangan hidup yang menyenangkan dan indah selama ia berada di tanah
airnya sendiri selaku seorang dari keluarga kerajaan yang megah dan mewah, maka
wajarlah bila ia merindukan Mesir tanah tumpah darahnya dan ingin pulang kembali
setelah ia beristerikan Shaf ura, puteri Syu’aib. Bergegas-gegaslah Musa berserta
isterinya mengemaskan barang dan menyediakan kenderaan lalu meminta diri dari
orang tuanya dan bertolaklah menuju ke selatan menghindari jalan umum supaya tidak
diketahui oleh orangorang Fir’aun yang masih mencarinya.
Setibanya di “Thur Sina” tersesat lah Musa kehilangan pedoman dan
bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihat lah oleh
dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit . Ia berhenti lalu
lari ke jurusan api itu seraya berkata kepada isterinya: “Tinggallah kamu
disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan
segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat
api itu atau setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang
sedang menggigil kesejukan.”Tatkala Musa sampai ke tempat api itu terdengar
oleh dia suara seruan kepadanya datang dari sebat ang pohon kayu di pinggir
lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah. Suara seruan
yang didengar oleh Musa itu ialah: “Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah
kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci
Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu.
Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah solat untuk mengingat akan Aku.” Itu lah wahyu yang pert ama
yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda kenabiannya, di mana ia telah
dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam
kesempatan bercakap langsung dengan Allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi
bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap
kaum Fir’aun yang sombong dan zalim itu .
Bertanyalah Allah kepada Musa: “Apakah itu yang engkau pegang
dengan tangan kananmu hai Musa!” Suatu pertanyaan yang mengadungi arti yang lebih
dalam dari apa yang sepintas lalu dapat dit angkap oleh Nabi Musa dengan
jawapannya yang sederhana. “Ini adalah tongkat ku, aku bertelekan padanya dan
aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula
menggunakan tongkat ku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku.”
Maksud dan arti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru
dimegertikan dan diselami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar
meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular
besar yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah
berseru kepadanya: “Peganglah ular itu dan jangan takut . Kami akan mengembalikannya
kepada keadaan asal.” Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan
dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari
Syu’aib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan. Sebagai mukjizat yang kedua,
Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepit kan tangannya ke ketiaknya yang nyata
setelah dilakukannya perintah itu , tangannya menjadi putih cemerlang tanpa
cacat atau penyakit .
Musa diperintahkan berdakwah kepada Fir’aun
Raja Fir’aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan
pemerintahan yang zalim, kejam dan
ganas. Rakyatnya yang terdiri dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk
peribumi dan bangsa Isra’il yang merupakan golongan pendatang, hidup dalam
suasana penindasan, tidak merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.
Tindakan sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya
ditujukan kepada Bani Isra’il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan
tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan
yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt , bangsa Fir’aun sendiri.
Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang
ditimpakan oleh Fir’aun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Isra’il. Ia menyatakan
dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dan dengan demikian ia
makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman,
sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan
moral dan akhlak.
Maka dalam kesempat an bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu
diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir’aun sebagai Rasul-Nya, mengajakkan
beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah
sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang tidak sepatutnya menuntut orang
menyembahnya sebagi Tuhan dan bahawa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh
semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencipt akan alam semesta
ini.
Nabi Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah
meninggalkan Madyan, selalu dibayang oleh ketakut an kalau-kalua peristiwa
pembunuhan yang telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan
dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Fir’aun. Ia tidak mengabaikan
kemungkinan bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak
sengaja itu dengan hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di
tengah-tengah mereka. Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kepada tanah
tumpah darahnya dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan
akibat yang mungkin akan dihadapi. Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan
selama perjalannya ke Thur Sina.
Nabi Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir’aun,
Maka dengan perintah Allah yang berf irman maksudnya :“Pergilah engkau ke
Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, segala bayangan itu dilempar
jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan
melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir’aun apa pun akan terjadi
pada dirinya. Hanya untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa kepada Allah: “Aku
telah membunuh seorang daripada mereka , maka aku khawatir mereka akan membalas
membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku
Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan
menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu
lebih petah {lancar} lidahnya dan lebih cekap
daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah.”Allah berkenan
mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun yang ketika itu masih
berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya dan bersama-sama
pergilah mereka ke istana Fir’aun dengan diiringi firman Allah: “Janganlah kamu
berdua takut dan khawatirakan
disiksa oleh Fir’aun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku mendengar serta
melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara kamu dan Fir’aun. Berdakwahlah
kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut sadarkanlah ia dengan kesesat
annya dan ajaklah ia beriman dan bertauhid, meninggalkan kezalimannya dan
kecongkakannya kalau-kalau dengan sikap yang lemah lembut daripada kamu berdua
ia akan ingat pada kesesatan dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan
kebonmgkakannya.”
Musa memperlihatkan dua mukjizat kepada Fir’aun
Menjawab tentangan Fir’aun yang menuntut bukti atas kebenarannya
Musa dengan serta-merta melet akkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera menjelma
menjadi seekor ular besar yang melata menghala ke Fir’aun. Karena ketakutan
melompat lari dari singgahsananya melarikan diri seraya berseru kepada Musa: ”
Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama delapan belas tahun panggillah kembali
ularmu itu .” Kemudian dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat
biasa. Berkata Fir’aun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan takutnya:
“Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?” “Ya, lihat lah.” Musa
menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya
dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah
tangan Musa itu menyilaukan
mata Fir’aun itu dan orang-orang yang
sedang berada disekelilingnya. Fir’aun sebagai raja yang menyatakan dirinya
sebagai Tuhan tentu tidak akan
mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya
walaupun kepadanya telah diperlihat kan dun mukjizat . Ia bahkan berkata kepada
kaumnya yang ia khawatirakan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu
semuanya adalah perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang
mahir yang datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan
dengan sihirnya itu. Fir’aun dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh
Haman agar mematahkan sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan ahli-ahli
sihir yang terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding melawan Musa dan
Harun. Anjuran mana disetujui oleh Fir’aun yang merasa itu adalah fikiran yang tepat
dan jalan yang terbaik untuk melumpuhkan kedua mukjizat Allah yang oleh mereka
dianggapnya sebagai sihir. Anjuran itu lalu ditawarkan kepada Musa yang seketika
tanpa ragu-ragu sedikit pun menerima tentangan Fir’aun untuk beradu dan bertanding
melawan ahli-ahli sihir. Musa berkeyakinan penuh bahwa dengan perlindung Allah
ia akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan itu , pertandingan antara perbuatan
sihir yang diilham oleh syaitan melawan mukjizat yang dikurniakan oleh Allah. Pada
suatu hari raya kerajaan telah bersetuju untuk mengadakan hari pertandingan
sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke tempat yang telah ditentukan
untuk menyaksikan perlumbaan kepandaian menyihir yang buat pertama kalinya
diadakan di kota Mesir. Juga sudah berada di tempat ahli-ahli sihhir yang terpandai
yang telah dikumpulkan dari seluruh
wilayah kerajaan masing-masing membawa tongkat , tali dan
lain-lain alat sihirnya. Mereka cukup bersemangat dan akan berusaha sepenuh
kepandaian mereka untuk memenangi pertandingan. Mereka telah memperolehi janji
dari Fir’aun akan diberi hadiah dan wang dalam jumlah yang besar bila berhasil
mengalahkan Musa dengan mematahkan daya sihirnya.
Setelah segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing
pembesar negeri sudah mengambil tempatnya mengelilingi raja Fir’aun yang telah
duduk di atas kursi singgahsananya maka dinyatakanlah pertandingan dimulai. Kemudian
atas persetujuan Musa dipersilakan para lawannya beraksi lebih dahulu mempertunjukan
kepandaian sihirnya.
Segeralah ahli-ahli sihir Fir’aun menujunkan aksinya melemparkan tongkat
dan tali-temali mereka ke tengah-tengah lapangan . Musa merasa takut ketika terbayang
kepadanya bahwa tongkat -tongkat dan tali-tali itu seakan-akan ular-ular yang
merayap cepat . Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati
menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat
ia merasa cemas itu : “Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau
adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah
yang ada ditanganmu segera.”
Para ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang ketika
melihat ular besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan menelan ular-ular
dan segala apa yang terbayang sebagai hasil tipu sihir mereka. Mereka segera
menyerah kalah bertunduk dan bersujud {kepada Allah} dihadapan Musa seraya berkata:
“Itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang diilhamkan oleh syaitan tetapi
sesuatu yang digerakkan oleh kekuatan ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata
Musa dan Harun maka tidak ada alasan bagi kami untuk
tidak mempercayai risalah mereka dan beriman kepada Tuhan mereka
sesudah apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri.” Fir’aun
raja yang congkak dan sombong yang menuntut persembahan dari rakyatnya sebagai Tuhan
segera membelalakkan matanya tanda marah dan jengkel melihat ahli-ahli sihirnya
begitu cepat menyerah kalah kepada Musa bahkan menyatakan beriman kepada Tuhannya
dan kepada kenabiannya serta menjadi pengikut -pengikutnya. Tindakan mereka itu
dianggapnya sebagai pelanggaran terhadap kekuasaannya, penentangan terhadap ke-Tuhanannya
dan merupakan suatu tamparan bagi kewibawaan serta prestasinya. Ia berkata
kepada mereka: “Adakah kamu berani beriman kepada Musa dan menyerah kepada
keputusannya sebelum aku izinkan kepada kamu?” Bukankah ini suatu persekongkolan
daripada kamu terhadapku? Musa dapat mengalahkan kamu sebab ia mungkin guru dan
pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan kamu telah mengatur
bersama-samanya tindakan yang kamu sandiwarakan di depanku hari ini. Aku tidak
akan tinggal diam menghadapi tindakan khianat mu ini. Akanku potong tangan-tangan
dan kaki-kakimu serta akan ku salibkan kamu semua pada pangkal pohon kurma
sebagai hukuman dan balasan bagi tindakan khianat mu ini.” Ancaman Fir’aun itu disambut
mereka dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. Karena Allah telah membuka mata
hati mereka dengan cahaya iman sehingga tidak akan terpengaruh dengan kata-kata
kebathilan yang menyesatkan atau ancaman Fir’aun yang menakut kan. Mereka sebagai-orang-orang
yang ahli dalam ilmu dan seni sihir dapat membedakan yang mana satu sihir dan
yang mana bukan. Maka sekali mereka diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang
membuktikan kebenaran kenabiannya tidaklah keyakinan itu akan dapat digoyahkan
oleh ancaman apa pun. Berkata mereka kepada Fir’aun menanggapi ancamannya:
“Kami telah memdpat bukti-bukti yang nyata dan kami tidak akan mengabaikan kenyataan
itu sekadar memenuhi kehendak dan keinginanmu. Kami akan berjalan terus megikut
jejak dan tuntutan Musa dan Harun sebagai pesuruh oleh yang benar. Maka terserah
kepadamu untuk memutuskan apa yang engkau hendak putuskan terhadap diri kami.
Keputusan kamu hanya berlaku di dunia ini sedang kami mengharapkan pahala Allah
di akhirat yang kekal dan abadi.”
Fir’aun tetap keras kepala dan semakin bingung
Nabi Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua
mukjizatnya yang makin meluas pengaruhnya, sedan Fir’aun dengan kekalahan ahli
sihirnya merasa kewibawaannya merosot dan kehormatannya menurun. ia khawatir jika
gerakan Musa tidak segera dipatahkan akan mengancam keselamatan kerajaannya serta
kekekalan mahkotanya. Para penasihat dan pembantu-pembantu terdekatnya tidak
berusaha menghilangkan rasa kecemasan dan kekhawatirannya, tetapi mereka sebaliknya
makin membakar dadanya dan makin menakuti-nakutinya. Mereka berkata kepadanya:
“Apakah engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya bergerak secara bebas dan
meracuni rakyat dengan ancam-macam kepercayaan dan ajaran-ajaran yang menyimpang
dari apa yang telah kita warisi dari nenek-moyang kita? Tidakkah engkau sadar bahwa
rakyat kita makin lama makin terpengaruh oleh hasutan hasutan Musa. Sehingga
lama-kelamaan nescaya kita dan Tuhan-Tuhan kita akan ditinggalkan oleh rakyat kita
dan pada akhirnya akan hancur binasalah negara dan kerajaanmu yang megah ini.”
Fir’aun menjawab: “Apa yang kamu huraikan itu sudah menjadi perhatiku
sejak dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh Musa. Dan memang kalau kita membiarkan
Musa terus melebarkan sayapnya dan meluaskan pengaruhnya di kalangan pengikut-pengikutnya
yang makin lama makin bertambah jumlahnya, pasti pada akhirnya akan merusakkan
adab hidup masyarakat negara kita serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi
kerajaan kita yang megah ini. Karenanya aku telah merancang akan bertindak terhadap
Bani Isra’il dengan membunuh setiap orang lelaki dan hanya wanita sahaja akanku
biarkan hidup.” Rancangan jahat f ir’aun diterapkan oleh pegawai dan kaki tangan
kerajaannya. Aneka ragam gangguan dan macam-macam tindakan kejam ditimpakan atas
Bani Isra’il yang memang menurut anggapan masyarakat , mereka itu adalah rakyat
kelas kambing dalam kerajaan Fir’aun yang zalim itu . Dengan makin meningkatnya
kezaliman dan penindasan yang mereka terima dari alat –alat kerajaan Fir’aun,
datanglah Bani Isra’il kepada Nabi Musa, mengharapkan pertolongan dan
perlindungannya. Nabi Musa tidak dapat berbuat banyak pada masa itu bagi Bani
Isra’il yang tertindas dan teraniaya. Ia hanya menenteramkan hati mereka, bahwa
akan tiba saatnya kelak,di mana mereka akan dibebaskan oleh Allah dari segala
penderitaan yang mereka alami. Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan
bertawakkal seraya memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan
perlindungan-Nya karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan bumi-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang soleh, sabar dan bertakwa! Fir’aun bertujuan melemahkan
kedudukan Nabi Musa dengan tindakan kejamnya terhadap Bani Isra’il yang merupakan
kaumnya, bahkan tulang belakang Nabi Nusa. Akan tetapi gerak dakwah Nabi Musa tidak
sedikit pun terhambat oleh tindakan Fir’aun itu . Demikian pula tidak seorang
pun daripada pengikut-pengikutnya yang terpengaruh dengan tindakan Fir’aun itu .
Sehingga tidak menjadi luntur iman dan keyakinan mereka yang sudah bulat terhadap
risalah Musa.
Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan
itu tidak tercapai dan tidak dapat menerima dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya,
yang dilhatnya bahkan semakin bersemangatn menyiarkan ajaran iman dan t auhid,
maka Fir’aun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang
menjadi pengikutnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.
Fir’aun memanggil para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya
untuk bermesyuarat dan merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka yang di
undang itu terdapat seorang mukmin dari Keluarga Fir’aun yang merahsiakan imannya.
Di t engah-t engah perdebat an dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan
yang diadakan oleh Fir’aun untuk membincangkan cara pembunuhan Nabi Musa itu ,
bangkit lah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan
nasihat serta t unt unan bagi mereka
yang hadir. Ia berkata: “Apakah kamu akan membunuh seseorang
lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal
ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah.
Ia telah mempert unjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan
kamu akan kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia
sendirilah yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah
benar dalam kata-katanya, maka nescaya akan menimpa kepada kamu bencana azab
yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang
akan menolong kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu ?” Fir’aun
memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata: “Rancanganku harus terlaksana
dan Musa harus dibunuh. Aku tidak mengemukan kepadamu melainkan apa yang aku
pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu melainkan jalan yang benar,
jalan yang akan menyelamat kan kerajaan dan negara.”
Berucap orang mukmin dari keluarga Fir’aun itu melanjut kan:
“Sesungguhnya aku khawatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan menempuh
jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu akan dit impa azab
dan seksa yang membinasakan , sebagaimana telah dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad,
kaum Tsamud dan umat -umat yang datang sesudah mereka. Apa yang telah dialami
oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena
Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya”. Mukmin itu
meneruskan nasihatnya:”Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khawatir kamu akan
menerima seksa dan azab Tuhan di hari qiamat kelak, di mana kamu akan berpaling
kebelakang, tidak seorang pun akan dapat menyelamat kan kamu itu dari seksa
Allah. Hai kaum ikutilah nasihat ku, aku hanya ingin kebaikan bagimu dan mengajak
kamu ke jalan yang benar. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanya
merupakan kesenangan sementara, sedangkan kesenangan dan kebahagiaan yang kekal
adalah di akhirat kelak.”Orang mukmin dari keluarga Fir’aun itu tidak dapat
mengubah sikap Fir’aun dan pengikut -pemgikutnya, walaupun ia telah berusaha
dengan menggunakan kecekapan berpidat onya dan susunan kata-katanya yang rapi,
lengkap dengan cont oh-cont oh dari sejarah umat -umat yang terdahulu yang telah
dibinasakan oleh Allah karena perbuatan dan pembangkangan mereka sendiri. Fir’aun
dan pengikut -pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu , agar
meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyet ujui rancangan jahat mereka.
Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan mengabungkan diri
dalam barisan mereka menentang Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan
dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mau mengubah sikap pro kepada Musa
secara suka rela. Berkata orang mukmin itu menanggapi anjuran Fir’aun: “Wahai
kaumku, sangat aneh sekali sikap dan pendirianmu, aku berseru kepada kamu untuk
kebaikan dan keselamatanmu, kamu berseru kepadaku untuk berkufur kepada Allah
dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak ketahui, sedang aku berseru
kepadamu untuk beriman kepada Allah, Tuhan YAng Maha Esa, Maha Perkasa, lagi
Maha Pengampun. Sudah pasti dan tidak dapat diragukan lagi, bahwa apa yang kamu
serukan kepadaku itu tidak akan menolongku dari murka dan seksa Allah di dunia
maupun di akhirat . Dan sesungguhnya kamu sekalian
akan kembali kepada Allah yang akan memberi pahala syurga bagi
orang-rang yang soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang kafir yang telah
melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka. Hai kaumku perhatikanlah
nasihat dan peringatanku ini. Kamu akan menyedari kebenaran kata-kataku ini
kelak bila sudah tidak berguna lagi orang menyesal atau merasa susah karena perbuatan
yang telah dilakukan. Aku hanya menyerahkan urusanku dan nasibku kepada Allah.
Dialah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan
hamba-hamba-Nya.”
Fir’aun menghina dan mengejek Nabi Musa
Selain tindakan kekerasan yang dit impakan ke atas Bani Isra’il
kaumnya Nabi Musa, Fir’aun melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan terhadap
Nabi Musa dalam usahanya memerangi dan membendung pengaruh Nabi Musa yang
semakin bertambah semenjak ia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan
melawan tukang-tukang sihir kaum Fir’aun.
Berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: “Biarkanlah
aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya untuk melindunginya. Aku
ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaanku dan
biarlah ia membukt ikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya
dari segala tipu daya musuh-musuhnya.”
Dalam lain kesempat an Fir’aun berkata kepada rakyatnya yang sudah
diperhambakan jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, mengiakan kata-katanya dan
mengaminkan segala perintahnya: “Hai rakyat ku! Tidakkah kamu melihat bahwa aku
memiliki kerajaan Mesir yang megah dan besar ini di mana sungai-sungai mengalir
dibawah telapak kakiku, sungai-sungai yang memberi kemakmuran hidup dan
kebahagiaan hidup bagi rakyat ku? Dan tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang
luas dan ketaatan rakyat ku yang bulat kepadaku?
Bukankah aku lebih baik dan lebih agung dari Musa yang hina-dina itu
yang tidak cekap menguraikan isi hatinya dan menerangkan maksud tujuannya. Mengapa
Tuhannya tidak memakaikan gelang emas, sebagaimana lazimnya orang-orang yang
diangkat menjadi raja, pemimpin atau pembesar? Atau mengapa ia tidak diiringi
oleh malaikat-malaikat sebagai tanda kebesarannya dan bukti kebenarannya bahwa
ia adalah pesuruh Tuhannya?”
Kelompok orang yang mendengar kata-kata Fir’aun itu dengan serta-merta
mengiyakan dan membenarkan kata-kata rajanya serta menyatakan kepada Tuhan yang
bulat kepada segala titah dan perintahnya sebagai warga yang setia kepada
rajanya, namun zalim dan fasiq terhadap Tuhannya. Dalam pada itu kesabaran Nabi
Musa sampai pada puncaknya, melihat Fir’aun dan pembantu-pambantunya tetap
berkeras kepala menentang dakwahnya,
mendustakan risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya terhadap
kaum Bani Isra’il terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena
ketakut an daripada kejaran Fir’aun dan pembalasannya yang kejam dan tidak
berperikemanusiaan. Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mereka bahwa Allah tidak
akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan
penindasan terhamba-hamba-Nya dan
berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan dit impakan oleh Allah
kepada mereka bila tetap tidak mau sadar dan beriman kepada-Nya, bermacam azab dan
siksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata! Berdoalah
Nabi Musa, memohon kepada Allah: “Ya Tuhan kami, engkau telah memberi kepada
Fir’aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang meluap-luap
dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan mereka menyesat kan manusia,
hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau redhai dan tuntunan yang Engkau berikan.
Ya Tuhan kami,binasakanlah harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mereka
tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang benar sebelum melihat seksaan-
Mu yang pedih.”
Berkat doa Nabi Musa dan permohonannya yang diperkenankan oleh
Allah, maka dilandakanlah kerajaan Fir’aun oleh krisis kewangan dan makanan,
yang disebabkan mengeringnya sungai Nil sehingga tidak dapat mengairi
sawahsawah dan ladang-ladang disamping serangan hama yang ganas yang telah menghabiskan
padi dan gandum yang sudah menguning dan siap untuk diketam. Belum lagi krisis
kewangan dan makanan teratasi datang menyusul bala banjir yang besar disebabkan
oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyut kan rumah-rumah,
gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak. Dan sebagai akibat
dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabak dan penyakit yang merisaukan
masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah barisan
kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga
mengganggu ketenteraman hidup mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan
tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur,
hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.Pada waktu azab menimpa
dan bencana-bencana itu sedang melanda berdatanglah mereka kepada Nabi Musa
minta pertolongannya demi kenabiannya, agar memohonkan kepada Allah mengangkat
bala itu dari atas mereka dengan perjanjian bahwa mereka akan beriman dan menyerahkan
Bani Isra’il kepada Nabi Musa sekirannya mereka dapat ditolong dan terhindar
dari azab bala itu .
Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mereka dan
hilanglah gangguan yang diakibatkan olehnya, mereka mengingkari janji mereka
dan kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi
bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mereka
sendiri.
Nabi Musa A.S. dan Bani Isra’il setelah keluar dari Mesir
Dalam perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di
bahagian utara dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran
Fir’aun dan kaumnya. Bani Isra’il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu melihat
sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya. Berkatalah
mereka kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, buatlah untuk kamu sebuah Tuhan berhala
sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala yang disembah sebagai Tuhan.” Musa
menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang
yang bodoh dan tidak berfikiran sehat. Persembahan mereka itu kepada
berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pastiakan dihancurkan oleh
Allah. Patut kah aku mencari Tuhan untuk kamu selain Allah yang telah memberikan
kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari Fir’aun, melepaskan kamu
dari perhambaannya dan penindasannya serta memberikan kamu kelebihan di atas
umat-umat yang lain. Sesungguhnya suatu permintaan yang aneh daripada kamu,
bahwa kamu akan mencari Tuhan selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas
kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja
kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir’aun berserta bala tentaranya
untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu.” Perjalanan Nabi Musa dan Bani
Isra’il dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas
matahari sangat teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan
di mana orang dapat berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi Musa yang
didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka
awan yang tebal untuk mereka bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas teriknya
matahari. Di samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah
berkurangan dan tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan
“manna” – sejenis makanan yang manis sebagai madu dan “salwa” – burung sebangsa
puyuh dengan diiringi firman-Nya: “Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik
yang Kami telah turunkan bagimu.” Demikian pula tatkala pengikut-pengikut Nabi
Musa mengeluh kehabisan air untuk minum dan mandi di tempat yang tandus dan
kering itu , Allah mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya.
Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas
suku bangsa Isra’il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku
mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya. Bani
Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu , merasa masih belum cukup atas
apa yang telah Allah berikan kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari
perhambaan dan penindasan Fir’aun, Allah memberikan mereka hidangan makanan dan
minuman yang lezat dan segar di tempat yang kering dan tandus, mereka menuntut
lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan
oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang
adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan. Terhadap
tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa: “Maukah kamu
memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai pengganti dari apa
yang lebih baik yang telah Allah kurniakan kepada kamu? Pergilah kamu ke suatu
kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang telah kamu inginkan dan kamu minta.”
Nabi Musa bermunajat dengan Allah
Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi
Musa berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah
kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi
bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah
dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan
ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk
akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah
di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan
murkanya Tuhan. Maka setelah perjuangan menghadapi Fir’aun dan kaumnya yang telah
tenggelam binasa di laut , selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah
agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada
kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga
puluh hari penuh, yaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur
Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab
penuntun yang diminta. Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba
saat ia harus menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa
segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap
akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam
usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia dit egur oleh malaikat yang datang
kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: “Hai Musa, mengapakah engkau harus
menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulut mu yang menurut anggapanmu
kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami
adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu
, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi
lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari.” Nabi Musa mengajak tujuh
puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk menyertainya ke bukit
Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin
kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu . Pada saat
yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina
mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya
oleh Allah: “Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?”
Ia menjawab: “Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat
datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu.” Berkatalah Musa dalam munajatnya
dengan Allah: “Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat
melihat-Mu” Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah
lihat bukit itu , jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia
kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku.” Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan
pandangannya ke jurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga
dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas.
Maka terperanjat lah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.
Setelah ia sadar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah
ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: “Maha
Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku
akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu.” Dalam kesempatan bermunajat
itu , Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci “Taurat ” berupa kepingan-kepingan
batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis
segala sesuatu secara terperinci dan
jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh
Allah. Allah mengiring pemberian “Taurat ” kepada Musa dengan firman-Nya:
“Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang
lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hambaKu.
Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung
dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah
pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun
tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra’il ke jalan yang benar, ke
jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu
Bani Isra’il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempat
kan mereka di tempat -tempat orang-orang yang fasiq.”
Nabi Musa
membelah laut
Bani Isra’il yang cukup menderita akibat tindasan
Fir’aun dan kaumnya cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di
bawah pemerintahan Fir’aun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sadar bahwa
Musalah yang benar-benar dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari
cengkaman Fir’aun dan kaumnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi
Musa memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir. Kemudian
bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il di bawah pimpinan Nabi Musa
meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat
karena takut tertangkap oleh Fir’aun dan bala tentaranya yang mengejar mereka
dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah
setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
Rasa cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut
Nabi Musa dan Bani Isra’il ketika melihat laut terbentang di depan mereka
sedang dari belakang mereka dikejar oleh Fir’aun dan bala tentaranya yang akan
berusaha mengembalikan mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila
mereka tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari Fir’aun
yang zalim itu. Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha’
bin Nun: “Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?” Musuh berada di belakang kami
sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa
sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran
Fir’aun dan kaumnya?”
Nabi Musa menjawab: “Janganlah kamu khawatir dan
cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang
akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang
zalim itu.” Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa
berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan
tenang saja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar
memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut
itu, tiap-tiap belahan merupakan separti gunung yang besar. Di antara kedua
belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di
bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra’il menuju ke tepi
timurnya.
Setelah mereka sudah berada di bahagian tepi timur
dalam keadaan selamat terlihatlah oleh mereka Fir’aun dan bala tentaranya
menyusuri jalan yang sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu. Kembali
rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa
seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. Dalam pada itu
Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Fir’aun dan bala
tentaranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah tela mendahului bahwa
mereka akan menjadi bala tentara yang tenggelam.
Berkatalah Fir’aun kepada kaumnya tatkala melihat
jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah gunung air itu: “Lihat bagaimana
lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar
orang-orang yang melarikan diri itu. Mereka mengira bahwa mereka akan dapat
melepaskan dari kejaran dan hukumanku. Mereka tidak mengetahui bahwa perintahku
berlaku dan ditaati oleh laut, jangan lagi oleh manusia. Tidakkah ini semuanya
membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?” Maka
dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Fir’aun dan bala tentaranya ke
dasar laut yang sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul
Musa dan Bani Isra’il yang sudah berada di tepi bahagian timur sambil menanti
hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhamba-hamba-Nya yang kafir itu.
Demikianlah maka setelah Fir’aun dan bala tentaranya
berada di tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya,
tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur
jalan yang terbuka di mana Fir’aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan
tentaranya mengejar Musa dan Bani Isra’il. Terpendamlah mereka hidup-hidup di
dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir’aun dan kaumnya untuk
menjadi kenangan sejarah bagi generasi akan datang.
Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk
menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah
Fir’aun: “Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani
Isra’il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai
salah seorang muslim.”
Berfirmanlah Allah kepada Fir’aun yang sedang
menghadapi sakaratul-maut: “Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa
dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan
engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sadar dan percaya setelah sepanjang
hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku
dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang
berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi
pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh
kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan
kekuasaan-Ku.”
Bani Isra’il pengikut-pengikut Nabi Musa masih
meragukan kematian Fir’aun. Mereka masih terpengaruh dengan kenyataan yang
ditanamkan oleh Fir’aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah
manusia luar biasa lain dari yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai
tuhan dan tidak akan mati. Khayalan yang masih melekat pada fikiran mereka
menjadikan mereka tidak mau percaya bahwa dengan tenggelamnya, Fir’aun sudah
mati. Mereka menyatakan kepada Musa bahwa Fir’aun mungkin masih hidup namun di
alam lain.
Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang
terfikir oleh mereka tentang Fir’aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa
Fir’aun sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas
perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindaskan
serta memperhambakan Bani Isra’il. Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri,
tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya terapung-apung di permukaan air,
hilanglah segala tahayul mereka tentang Fir’aun dan kesaktiannya.
Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir’aun yang
terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh
sampai sekarang, sebagai mana dapat dilihat di musium Mesir.
Tentang isi cerita yang terurai di atas dapat di baca
dalam surah “Thaha” ayat 77 sehingga 79 ; surah “Asy-Syua’ra” ayat 60 sehingga
68 ; surah “Yunus” ayat 90 sehingga 92 sebagaimana berikut : “77 Dan
sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan
hamba-hamba-Ku (Bani Isra’il) di malam hari, maka buatklah untuk mereka jalan
yang kering di laut itu, kamu tidak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah
takut (akan tenggelam).” 78 Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar
mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. 79 Dan
Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi peetunjuk.” ( Thaha : 77 79
)
“60 Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli
mereka di waktu matahari terbit. 61 Maka setelah kedua golongan itu saling
melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan
tersusul; sesungguhnya Tuhanku bersertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.
63 Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan itu adalah separti golongan yang
lain. 65 Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang bersertanya semuanya. 66
Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. 67 Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan
kebanyakkan mereka tidak beriman. 68 Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
Dialah Yang Mulia Perkasa lai Maha Penyayang.” ( Asy-Syu’ara : 60 68 )
“90 Dan Kami memungkinkan Bani Isra’il melintasi lau,
lalu mereka diikiti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya
dan menindas (mereka) hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah
dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Isra’il dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”
91 Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. 92 Maka pada
hari ini Kami akan selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pengajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakkan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” ( Yunus : 90 92 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar