TugasTerstruktur Sejarah Peradaban Islam
Peradaban
Islam Dinasti Umayyah
Di
Damaskus
Disusun
oleh:
Nama :
Syarifah Ulfah
NIM :
1401251510
Lokal : D
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJAMASIN
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016/2017
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setelah masa
pemerintahan Khulafaurrasyidin berakhir, ditutup oleh kepemimpinannya Khalifah
Ali bin Abi Thalib, selanjutnya pemerintahan Islam dilanjutkan dengan
berdirinya Dinasti Umayyah.
Sistem pemerintahan
demokratis yang telah dibangun oleh Khulafaurrasyidin berubah menjadi sistem
pemerintahan monarki (keturunan) sebagaimana yang diterapkan oleh Bani Umayyah
dalam memimpin rakyat.
Pada masa jahiliyah
dulu sudah terjadi persaingan antara Umayyah dengan Hasyim bin Abdul Manaf yang
juga pamannya sendiri. Dalam persaingan itu secara umum Bani Umayyah lebih
beruntung karena memliki dukungan syarat memadai. Berdirinya Dinasti Umayyah
tidak lepas dari adanya peristiwa penting yang disebut Amul Jamaah atau
perdamaian umat islam. Kemudian pada masa itu pemerintahan Islam dipegang oleh
Hasan bin Ali yang sangat singkat. Hasan bin Ali banyak mendapat tekanan dari
pihak Bani Umayyah sehingga akhirnya berdirilah Dinasti Umayyah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang menjadi penyebab berdirinya Dinasti Umayyah.
2. Apa
yang menjadi penyebab hancurnya Dinasti Umayyah.
3. Sebutkan
khalifah Dinasti Umayyah.
C. Tujuan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini yakni mendeskripsikan kembali pemerintahan Islam
pada masa Dinasti Umayyah yang berupusat di Damaskus. Selain itu makalah ini
juga memberitahukan ibrah yang dapat diapresiasi dari pemerintahan Dinasti
Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal usul Bani Umayyah
Bani
Umayyah merupakan salah satu kabilah dalam masyarakat Arab Quraisy, kabilah ini
memegang kekuasaan politik dan ekonomi pada masyarakat Arab. Pada saat
kekuasaan ini tengah memuncak, kabilah ini berhadapan dengan misi kerasulan
Muhammad SAW karena mereka menolak ajaran nabi Muhammad SAW untuk memeluk agama
Islam. Dalam setiap persaingan Umayyah selalu berada pada pihak yang unggul,
hal ini yang disebabkan karena umayyah memiliki unsur-unsur yang diperlukan
untuk menjadi seorang pemimpin, diantaranya :
a. Umayyah
keturunan keluarga bangsawan
b. Mempunyai
harta kekayaan yang cukup
c. Memiliki
banyak keturunan.
Bani
umayyah memiliki hubungan darah dengan nabi Muhammad SAW karena keduanya
merupakan keturunan Abdi Manaf. Diantara kabilah Quraisy terdapat seorang tokoh
dan justru membela Rasulullah yaitu Utsman bin Affan, dengan dukungan Utsman
bin Affan inilah yang menjadi jalan pengislaman orang-orang bani Umayyah. Bani
umayyah masuk islam setelah penaklukkan kota Makkah. Salah satu tokoh bani
Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, ia adalah seorang yang ahli dalam
politik, memiliki kepribadian yang kuat, jujur dan dermawan. Pada saat itu Islam
masih pada masa khulafaurrasyidin yang di pimpin oleh khalifah Utsman bin Affan.
Muawiyah menjabat sebagai gubernur di Syam (Syiria). Dengan hal itu maka
kedudukan Mu’awiyah semakin kuat dan pengaruhnya semakin besar karena ia mampu
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, menata administrasi pemerintahan yang
baik serta meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang sangat kuat. Sehingga
Muawiyah mendapat dukungan yang besar dan kuat dari rakyat bangsa Arab.
Utsman
bin Affan wafat karena dibunuh oleh orang-orang yang sengaja ingin
menghancurkan Islam dan menjerumuskan kaum muslimin ke jurang kehancuran. Kala
itu, Utsman bin Affan dibunuh oleh Al-Ghafiqi.[1] Setelah
Utsman bin Affan terbunuh, kepemimpinan Islam mengalami kekosongan untuk
sementara waktu. Umat Islam tidak dapat dibiarkan tanpa pemimpin. Untuk mengisi
kekosongan itu, sebagian sahabat berpendapat bahwa yang paling pantas menjadi
khalifah adalah Ali bin Abi Thalib. Awalnya Ali bin Abi Thalib menolak, namun
karena kuatnya desakan mereka, pada akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima
jabatan sebagai khalifah.[2]
Pada waktu Utsman bin Affan wafat, khalifah Ali bin Abi Thalib memikul beban
yang berat. Beliau menghadapi masalah yang sangat sulit yaitu perpecahan umat
Islam yang terbagi menjadi tiga kelompok, diantaranya adalah[3] :
a. Kelompok
Muawiyah yang menuntut bela atas terbunuhnya Utsman bin Affan, dalam hal ini
Ali dikambinghitamkan sebagai orang yang harus ikut bertanggung jawab.
b. Kelompok
pendukung Ali bin Abi Thalib
c. Kelompok
Aisyah, Zubair dan Talhah yang tidak setuju atas tuntutan wafatnya Utsman dan
juga tidak setuju Ali dipilih menjadi khalifah.
Umat
islam terpecah belah karena ulah Abdullah bin Saba yakni orang Yahudi yang
berpura-pura memeluk islam dengan politik liciknya. Pada saat itu terjadilah
perang Jamal dan perang Shiffin. Dalam kedua perang tersebut kelompok Ali
berada dalam kemenangan, Amru bin Ash yang merupakan pembantu utama Muawiyah memerintahkan
kepada anggota pasukannya untuk memasang
mushaf Al-Qur’an di ujung tombak ke atas, pertanda mengajak damai menurut
kitabullah. Dan akhirnya perang berakhir dengan perundingan yang disebut dengan
“Tahkim daumatul Jandal” pada bulan Ramadhan 34 H. Hasil perundingan tersebut
menyatakan bahwa, pertama Utsman telah mati teraniyayadan yang berhak
menuntutnya adalah Muawiyah, kedua bahwa sepekat menurunkan Ali bin Abi Thalib
dan Mu’awiyah dari jabatan masing-masing. Dan selanjutnya yang menduduki
jabatan khalifah ada di tangan muslimin.
Kelompok
Ali pada masa itu terpecah menjadi dua kelompok yaitu kelompok Khawarij atau
kelompok yang keluar dari Ali bin Abi Thalib dan kelompok Syiah atau kelompok
pendukung Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib memerintah selama 4 tahun 9
bulan, yaitu dari bulan Zulhijjah tahun 36 H/656 M sampai bulan Ramadhan tahun
41 H/661 M. Ia meninggal pada usia 63 tahun karena dibunuh oleh Abdur Rahman
bin Muljam. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat maka kelompok Syiah mengangkat
Hasan bin Ali sebagai khalifah pada tahun 661 M/41 H. Namun beliau tidak
bertahan lama karena mendapat tekanan-tekanan dari Muawiyah. Kemudian Hasan bin
Ali turun dari tahtanya dan menyerahkannya kepada Muawiyah dengan beberapa
syarat. Setelah Muawiyah sepakat dalam syarat yang diajukan oleh Hasan bin Ali
maka terjadilah peristiwa ‘Amul Jamaah’.[4] Peristiwa
“Amul Jama’ah” (rekonsiliasi umat Islam) terjadi di Maskin, dekat Madain,
Kuffah pada tahun 41 H/661 M. Peristiwa “Amul Jamaah” ditandai dengan prosesi
penyerahan kekuasaan (khilafah) dari tangan Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin
Abi Sofyan yang telah berkuasa lebih kurang 6 bulan. Hasan bin Ali melakukan
sumpah setia dan mengakui Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai pemimpin umat Islam.[5] Makna
yang bisa diambil dalam peristiwa Amul jamaah ini adalah adanya peralihan
sistem pemerintahan dari yang bersifat demokratis menjadi pemerintahan yang
bersifat monarki atau turun-temurun.
B.
Pemerintahan
Dinasti Umayyah
Dinasti
umayyah didirikan oleh Mu’awiyyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Sejak
dulu Mu’awiyyah sangat berambisi untuk duduk di kursi kekuasaan. Oleh karena
itu, ia melakukan segala cara, dengan siasat dan tipu muslihat yang licik.
Kedudukannya sebagai khalifah tidak berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kaum
Muslimin. Jabatan raja, menjadi semacam benda pusaka yang dapat diwariskan
kepada anak keturunannya.
Dinasti
bani Umayyah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun ( 40-132 H/661-750 M). Kota
damaskus diambilnya sebagai pusat pemerintahan dan ibukota negara. Selama
Dinasti ini berkuasa, banyak kemajuan yang dicapai, khususnya dalam bidang
penaklukan daerah dan perluasan wilayah. Pada masa awal pemerintahan
Mu’awiyyah, ada usaha memperluas wilayah kekuasaan, baik ke Barat maupun ke
Timur. Untuk perluasan wilayah Barat dikirimlah putranya sendiri, Yazid bin
Mu’awiyah ke daerah Byzantium, sedangkan ke wilayah Timur dikirim panglima Muhallab
bin Abi Sufrah. Selain itu, masih banyak panglima-panglima lain yang ditugaskan
oleh mu’awiyah untuk menadakan perluasan ke wilayah Afrika. Selama kekuasaan
dinasti Bani Umayyah, terdapat banyak perkembangan dan kemajuan yang dialami
oleh umat islam. Pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah menggunakan cara
militer dan diplomasi untuk meredam pergolakan yang dilakukan oleh musuh
politiknya. Prestasi yang membanggakan adalah ketika kekuasaan di bawah kendali
khalifah Umar bin Abdul Aziz karena mampu menerapkan diplomasi politik dengan
baik. Hasil gemilang itu adalah keberhasilannya merengkuh kelompok syiah dan
khawarij. Maka pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz tercipta
stabilitas keamanan dan politik. Pada masa itu tidak pernah ada rongrongan dan
upaya pemberontakan yang menonjol dari masyarakat karena mereka merasa puas
dengan pola kepemimpinan beliau.
Dalam
sistem pemerintahan, Dinasti Umayah membentuk lembaga-lembaga pemerintahan yang
terdiri dari lima lembaga yang membidangi bagian tertentu, yaitu :
1. Lembaga
politik (An-Nizam As-Siyasi)
2. Lembaga
keuangan (An-Nizam Al-Mali)
3. Lembaga
tata usaha negara ( An-Nizam Al-Idari)
4. Lembaga
kehakiman (An-Nizam Al-Qodai)
5. Lembaga
ketentaraan (An-Nizam Al-Harbi)
Melengkapi
kelima lembaga di atas, juga dibentuk dewan sekretaris negara (Diwanul Kitabah)
yang bertugas memfasilitasi segala urusan pemerintahan. Diwanul Kitabah terdiri
dari lima orang, yaitu :
1. Sekretaris
persuratan (Katib Ar-Rasail)
2. Sekretaris
keuangan (Katib Al-Kharraj)
3. Sekretaris
tentara (Katib Al-Jund)
4. Sekretaris
kepolisian (Katib Asy-Syurtah)
5. Sekretaris
kehakiman (Katib Al-Qodi)
Adapun untuk menjaga
keselamatan khalifah dibentuk ajudan atau Al-Hijabah sebagai bagian dari
protokoler. Jadi tidak sembarang orang bisa menghadap khalifah tanpa izin dari
Al-Hijabah. Perlunya dibentuk Al-Hijabah didasarkan pada pengalaman masa lalu
yang sering terjadi pembunuhan terhadap khalifah. Hal itu menunjukkan bahwa
sistem politik dan pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah telah tertata rapi.[6] Pembentukan
berbagai lembaga pemerintahan dalam upaya memperbaiki sistem politik dan
pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah ini berdampak positif pada kesejahteraan
Masyarakat.
Puncak kejayaan dinasti
Umayyah terjadi pada masa-masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan
(65-86 H/685-705-715 M), dan khalifah pertama, yakni Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Pada masa khalifah Muawiyah, sistem pemerintahan negara-negara di luar Islam
umumnya menerapkan pemerintahan Despotisme artinya pemerintahan yang
kekuasaannya hanya dipegang oleh satu tangan saja yaitu raja atau kaisar.
C.
Kemajuan-kemajuan
yang dicapai pada masa Dinasti Umayyah
Pembangunan yang
dilakukan khalifah Dinasti Umayyah mengantarkan rakyatnya pada kemakmuran dan
kemajuan di berbagai bidang secara menakjubkan.
a. Kemajuan
di bidang Ilmu Pengetahuan
Pada masa Dinasti
Umayyah ini, banyak sahabat yang masih hidup sehingg banyak kaum muslimin yang
belajar kepada mereka. Di Madinah, ada Ibnu Abbasm Ummul Mukminin, Aisyah binti
Abu Bakar, Abdullah bin Umar, dan Abu Hurairah. Di Kufah, ada al-Qamah bin Qais
an-Nakha’i dan Abu Musa al-Asy’ari. Di Basrah, ada Anas bin Malik dan di Mesir,
ada Abdullah bin Amru bin Ash.
1. Ilmu
pengetahuan agama
Ilmu pengetahuan agama yang
berkembang pada masa Dinasti Umayyah,antara lain ilmu qiraat, tafsir, hadits,
fiqih, nahwu, dan balagah. Secara terperinci perkembangan ilmu agama itu dapat
dijelaskan sebagai berikut.
-
Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu
yang mempelajari tentang bacaan Al-Qur’an. Dalam dunia Islam, dikenal ada tujuh
macam bacaan Qur’an yang disebut Qiraatu Sab’ah. Qiraat ini kemudian ditetapkan
menjadi dasar bacaan Al-Qur’an. Pelopor Qira’atu Sab’ah adalah Abdullah bin
Katsir (w. 120 H di Mekkah) dan Asim bin Abi Nujud (w. 118 H di Kufah)
-
Ilmu Hadits
Khalifah Dinasti
Umayyah yang berjasa membukukan hadis ialah Umar bin Abdul Aziz. pada tahun 100
H, khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada Gubernur Madinah dan
gubernur lain untuk ikut serta dalam pengumpulan hadis-hadis Nabi.
-
Ilmu Tafsir
Ilmu
tafsir berkembang dari lisan ke lisan sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir
yang pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas. Ia mengajarkan tafsir Al-Qur’an
dari Masjidil Haram di Mekah.
-
Ilmu Fikih
Perkembangan
ilmu fikih pada masa Dinasti Umayyah berawal dari banyaknya para sahabat Nabi
saw. Yang berpencar ke berbagai daerah dengan sistem masyarakat yang berbeda. Ahli
Fikih yang terkenal pada masa itu antara laon Ata’ bin Rabbah di Mekkah,
Ibrahim an-Nakha’i di Kufah, Hasan al-Basri di Kufah, Tawus di Yaman, dan Amir
bin Syarahil asy-Sya’bi.
-
Ilmu Tata Bahasa
-
Ilmu Balagah
2. Ilmu
pengetahuan Umum
Pada
masa kekuasaan bani Umayyah, ilmu pengetahuan berkembang pesat, baik yang
sumber dari Al-Qur’an maupun yang bersumber dari akal manusia. Ilmu-ilmu umum yang
berkembang itu di antaranya:
-
Ilmu Kimia yang berasal dari orang
Yunani,
-
Ilmu Kedokteran,
-
Ilmu seni, baik arsitektur maupun yang
lainnya, dan
-
Ilmu Sejarah.
b. Kemajuan
di bidang Pemerintahan
Kemajuan di bidang
pemerintahan yang telah dicacpai Dinasti Umayyah, antara lain dalam organisasi
politik, tatat usaha negara,keuangan, ketentaraan, dan kehakiman.
1. Lembaga
politik (An-Nizam As-Siyasi)
Organisasi politik dan
Administrasi pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah, meliputi jabatan khalifah
( kepala negara), wizarah (kementrian), kitabah (Kesekretariatan), dan hijabah
(pengawalan pribadi.
2. Lembaga
keuangan (An-Nizam Al-Mali)
Sumber-sumber keuangan
pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah berasal dari pajak tanah (kharraj) dari
daerah-daerah taklukannya. Akan tetapi pada masa Hisyam bin Abdul Malik,
kharraj dikenakan kepada semua penduduk yang berada di bawah kekuasaan Dinasti
Umayyah.
3. Lembaga
tata usaha negara ( An-Nizam Al-Idari)
Lembaga tata usaha
negara pada masa Dinasti Umayyah dibagi menjadi empat departemen.
a. Diwan
al-Kharraj, yaitu departemen pajak yang bertugas mengelola pajak tanah di
daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Dinasti Umayyah.
b. Diwan
ar-Rasa’il, yaitu departemen pos yang berkewajiban menyampaikan berita atau
surat dari dan ke daerah-daerah kekuasaan Dinasti Umayyah.
c. Diwan
al-Musytagillat, yaitu departemen yang bertugas menangani berbagai kepentingan
umum.
d. Diwan
al-Khatim, yaitu departemen yang menyimpan berkas-berkas atau dokumen-dokumen
penting negara.
4. Lembaga
kehakiman (An-Nizam Al-Qodai)
Pada masa Dinasti
Umayyah, kekuasaan politik telah dipisahkan dengan kekuasaan pengadilan.
Kekuasaan kehakiman pada masa itu dibagi menjadi tiga badan, yaitu :
a. Al-Qada,
yaitu badan yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan
negara.
b. Al-Hisbah,
yaitu badan yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal
pidana yang memerlukan tindakan cepat.
c. An-Nadhar
fil madalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding, semacam mahkamah
agung di Indonesia.
5. Lembaga
ketentaraan (An-Nizam Al-Harbi)
Lembaga ketentaraan
pada masa Dinasti Umayah merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dibuat oleh
Khulafaurrasyidin. Pada masa pemerintahan sebelumnya, siapa saja boleh menjadi
tentara. Tetapi pada masa Dinasti Umayyah, yang boleh menjadi tentara hanya
orang-orang Arab atau keturunannya.
Perkembangan lain yang
terjadi pada masa Dinasti Umayyah adalah dibentuknya angkatan laut, selain
angkatan darat yang sudah ada sejak lama. Oleh karena itu, pada masa Dinasti
Umayah terdapat sekitar 60.000 prajurit tetap dan sukarelawan.
c. Kemajuan
di bidang Seni :
1. Seni rupa
Seni rupa yang berkembang adalah
seni ukir dan pahat. Saat itu banyak ayat Al- Qur’an dan Hadis Nabi yang diukir
di tembok masjid serta istana raja.
2. Seni suara
Seni suara yang berkembang antara
lain : qira’atul Qur’an dan qasidah.
d. Kemajuan
di bidang Sastra
Bidang kesusastraan mengalami
kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan seperti :
1)
Qays bin Mulawah, termasyhur denga sebutan dengan
sebutan Laila Majnun (wafat 649 M)
2)
Jamil Al-Uzri (wafat tahun 701 M)
3)
Al-Akhtal ( wafat tahun 710 M)
4)
Umar Bin Abi Rubi’ah (wafat tahun 719 M)
5)
Al-Farazdaq (wafat tahun 732 M)
6)
Ibnu Al-Muqoffa (wafat tahun 756 M)
7)
Ibnu Jarir
(wafat tahun 792 M)
e.
Kemajuan di bidang Seni Arsitektur
Pembangunan fisik pada masa Daulah Bani Umayyah juga
mendapat perhatian yang
besar. Usaha yang dilakukan oleh Daulah Bani umayyah
dalam kaitannya dengan pelestarian bangunan bersejarah antara lain :
1)
Mengubah gereja St. Jhon di Damaskus menjadi masjid
2)
Merenovasi Masjid Nabawi
3)
Membangun Istana Qusayr Amrah dan Istana al-Mustafa
yang digunakan sebagai tempat peristirahatan di padang pasir.[7]
D. Silsilah Khalifah Bani Umayyah
Berdasarkan
silsilah diatas jelas bahwa Dinasti Umayyah memiliki 14 khalifah, yang mana
terdapat 4 orang khalifah yang memegang kekuasaan selama 70 tahun. Dan 10 orang
lainnya memerintah selama 21 tahun.[8]
E. Kehancuran Dinasti Umayyah I
Meskipun
kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama,
dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari pihak
luar.
Menurut
Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak
jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar
belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai
konflik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa
awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan
Bani Umayyah. Penumpasan terhadao gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3. Pasa
masa Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qais) dan
Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin
runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
4. Lemahnya
pemerintahan Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
5. Sebagian
besar rakyatnya kecewa karena pihak pemerintahan Dinasti Umayyah kurang
perhatian dengan perkembangan agama.
6. Penyebab
langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru
yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib.
Beberapa
penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan
orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari
Bani Umayyah yang dijumpainya.[9]
F.
Ibrah perkembangan kebudayaan/peradaban islam masa
Bani Umayyah
Yang menjadi
pembelajaran berharga dari perkembangan kebudayaan pada masa Daulah Bani
Umayyah ini adalah
1.
Keuletan dan semangat para ulama dalam mencari dan
menggali serta mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.
Ketekunan para ulama dalam melakukan
ijtihad ( sebuah usaha yang sungguh-sungguh) dan keikhlasan para pemimpin yang
tanpa pamrih memperjuangkan dan memajukan islam.[10]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Beridirinya
Dinasti Umayyah dilatarbelakangi oleh peristiwa “Amul Jama’ah” (rekonsiliasi
umat Islam) terjadi di Maskin, dekat Madain, Kuffah pada tahun 41 H/661 M.
Peristiwa “Amul Jamaah” dilakukan dengan prosesi penyerahan kekuasaan
(khilafah) dari tangan Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sofyan yang telah
berkuasa lebih kurang 6 bulan. Hasan bin Ali melakukan sumpah setia dan
mengakui Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai pemimpin umat Islam. Makna yang bisa
diambil dalam peristiwa Amul jamaah ini adalah adanya peralihan sistem
pemerintahan dari yang bersifat demokratis menjadi pemerintahan yang bersifat
monarki atau turun-temurun.
2. a.
Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru
bagi tradisi Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak
jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
b. Latar belakang
terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik yang
terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus
menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir
maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c. Pasa masa Bani
Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab
Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing.
Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan
untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
d. Lemahnya
pemerintahan Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
e. Sebagian besar
rakyatnya kecewa karena pihak pemerintahan Dinasti Umayyah kurang perhatian
dengan perkembangan agama.
f. Penyebab langsung
runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang
dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib.
3. 1)
Muawiyyah bin Abi Sufyan {tahun 40-64 H/661-680 M}
2) Yazid bin Muawiyah {tahun 61-64 H/680-683 M}
3) Muawiyah bin Yazid {tahun 64-65 H/683-684 M}
4) Marwan bin Hakam {tahun 65-66 H/684-685 M}
5) Abdul Malik bin Marwan {tahun 66-86 H/685-705 M}
6) Walid bin Abdul Malik {tahun 86-97 H/705-715 M}
7) Sulaiman bin ‘Abdul Malik {tahun 97-99 H/715-717 M}
8) Umar bin ‘Abdul ‘Aziz {tahun 99-102 H/717-720 M}
9) Yazid bin ‘Abdul Malik {tahun 102-106 H/720-724M}
10) Hisyam bin Abdul Malik {tahun 106-126 H/724-743 M}
11) Walid bin Yazid {tahun 126 H/744 M}
12) Yazid bin Walid {tahun 127 H/744 M}
13) Ibrahim bin Walid {tahun 127 H/744 M}
14) Marwan bin Muhammad {tahun 127-133 H/744-750 M}
2) Yazid bin Muawiyah {tahun 61-64 H/680-683 M}
3) Muawiyah bin Yazid {tahun 64-65 H/683-684 M}
4) Marwan bin Hakam {tahun 65-66 H/684-685 M}
5) Abdul Malik bin Marwan {tahun 66-86 H/685-705 M}
6) Walid bin Abdul Malik {tahun 86-97 H/705-715 M}
7) Sulaiman bin ‘Abdul Malik {tahun 97-99 H/715-717 M}
8) Umar bin ‘Abdul ‘Aziz {tahun 99-102 H/717-720 M}
9) Yazid bin ‘Abdul Malik {tahun 102-106 H/720-724M}
10) Hisyam bin Abdul Malik {tahun 106-126 H/724-743 M}
11) Walid bin Yazid {tahun 126 H/744 M}
12) Yazid bin Walid {tahun 127 H/744 M}
13) Ibrahim bin Walid {tahun 127 H/744 M}
14) Marwan bin Muhammad {tahun 127-133 H/744-750 M}
DAFTAR PUSTAKA
A.Syalabi.Sejarah & Kebudayaan Islam 2.PT.Pustaka
Al-Husna Baru.Jakarta : 2008
Buku
Ajar Araminta Sains-Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs kelas VII
N.Abbas
Wahid dan Suratno.Khazanah Sejarah
Kebudayaan Islam.PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.Surakarta : 2013
Samsul
Munir Amin.Sejarah peradaban Islam.AMZAH
: 2010
Sri
Budiarto dkk.Sejarah Kebudayaan Islam
untuk MTs kelas VII.CV.Alvadinar.Surakarta.
Ulfah Nurul M dkk.Makalah Perkembangan Islam Pada Masa Klasik (Keemasan).
[1] Sri Budiarto dkk ,Sejarah
Kebudayaan Islam untuk MTs kelas VII sem. gasal, CV.Alvadinar,Surakarta,hlm.8
[2] N.Abbas Wahid dan Suratno,
Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam,PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,Surakarta, 2013.
Hal 33
[6] Buku Ajar Araminta Sains-Sejarah
Kebudayaan Islam untuk MTs kelas VII,hlm. 41
[7] N.Abbas Wahid dan Suratno,
Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam,PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,Surakarta,
2013, hlm. 52
[8] A.Syalabi, Sejarah &
Kebudayaan Islam 2,PT.Pustaka Al-Husna Baru,Jakarta,2008 hlm.26
[9] Samsul Munir Amin, Sejarah
peradaban Islam, AMZAH,2010,hlm.136
Tidak ada komentar:
Posting Komentar