Minggu, 21 Februari 2016

~cerpen~ Payung Duit



Payung Duit
Hak Cipta : Syarifah Ulfah
“Tok..tok..tok tok!” ketokan yang sangat keras mengejutkan emak yang sedang memasak di dapur.
“Tunggu sebentaar,” kata emak sambil berlari menuju pintu, dirinya tak menyadari  dengan sesuatu yang ada ditangannya.
Saat membuka pintu, “bah, kau rupanya,!” kata emak.
“A..a..ampun mak, aku salah apa? aku cuma kebelet mak, permisi,” sahut Agus sambil gemetar melihat sang emak yang sedang memegang pisau.
Emak kebingungan melihat Agus berlari menuju belakang dan ia melihat celana Agus basah.
“Ya Alloh, anak emak, hari gini masih ngompol dicelana, ckckck,” desis emak.
Emak belum beranjak dari depan pintu, tiba-tiba ada Juli dan Rama.
“Mak, Agus ada ? “ kata Rama
“Ah kau ini, sama orang yang lebih tua itu harus ngucap salam dulu,” berontak Juli sambil menggepuk bahu Rama.
“Assalamualaikum mak, Agus ada ?” kata Juli sambil menunduk didepan emak, begitu juga si Rama mengikuti.
“Baru saja masuk kedalam,” kata emak dengan muka geramnya.
“Ampun seribu ampun mak, untuk apa pisau ditangan emak?” kata Rama sambil menunduk.
Emak kaget, ia baru sadar kalau ditangannya ada pisau, “Pantesan si Agus berlari sambil kecicir” dan kemudian emak tertawa sendiri “hahahaha.”
“Haaaa! Agus ngompol ??!” kata Juli dan Rama , kemudian mereka berdua saling berpandangan satu sama lain.

*****
Keesokan harinya, hujan turun sangat lebat, menyebabkan Agus tidak bisa berangkat kesekolah, karena ia tak punya payung layaknya teman-temannya yang lain. Padahal emak sudah mengambilkan daun pisang buat Agus, tapi Agus enggan menggunakannya. Katanya, dia malu sama teman-temannya disekolah. Agus duduk termenung diteras rumah, sambil memperhatikan air yang mengalir deras dari genteng rumahnya. Emak sangat prihatin melihat anak bungsunya dari depan pintu.
Tak lama, Septi, kakak dari Agus berpamitan dengan ibu, karena Septi bekerja pada sebuah toko sepatu di ibukota. Setiap hari Rabu, ia dipinjami sepeda oleh adiknya, Agus. Dan itu sudah menjadi kesepakatan dalam lingkup rumah Agus.
Agus tetap termenung, mungkin ia menunggu hujan sampai reda.
“Hei gus, kenapa kau diam saja? tak sekolahkah kau?”
“Apakah kau tak lihat, hujan noh hujan! ” sahut Agus dengan cukup keras.
Septi tak menghiraukan Agus lagi, salah dia sendiri tak mau berangkat sekolah dengan daun pisang itu.
Tak lama kemudian, tiba Juli dan Rama dirumah Agus. Masing-masing mereka menggunakan payung. Agus pun semakin malu dengan kedua sahabatnya itu.
“Gus, ayolah kita berangkat,” ucap Rama.
“Aku nggak punya payung, nanti seragamku basah,” jawab Agus.
Si Agus kembali termenung. Sedangkan Rama dan Juli berpikir sejenak, bagaimana caranya agar mereka bertiga bisa berangkat sekolah bersama-sama.
“Hei Gus, kau ditengah saja, payung Rama kan ukurannya lumayan besar dari payungku, jadi, kau berdua saja dengan Rama” kata Juli.
Agus menatap kedua sahabatnya tersebut,kemudian ia mengiyakannya.
“Eits tapi, maukan kau pegangkan tas ku?” sahut Rama sambil bergurau.
“Ah okelah, tapi kau yang pegang payungnya,” jawab Agus.
“ wah Rama curang, ini namanya pemanfaatan teman, hahahaha,” kata Juli.
Kemudian mereka bertiga tertawa serentak. Mereka pun berangkat menuju sekolah. Tapi, ditengah perjalanan hujannya reda,sehingga mereka tak perlu menggunakan payung lagi.
Di sekolah. Agus , Rama dan Juli satu kelas, duduknya pun mereka berdekatan. Mereka sahabat dari jaman SD. Jika ada tugas maupun PR, mereka paling jago. Jago nyontek maksudnya. Tapi kalau dibanding-bandingkan si Juli lebih pintar dari Rama dan Agus. Tapi kalau masalah Olahraga Rama juaranya. Dan Agus, ia rajin sekali membuat mainan. Makanya dia sering disebut guru seninya sebagai Gutif. Artinya Agus kreatif. Di rumahnya, banyak sekali mainan dari kayu bekas yang ia buat sendiri, kalau ia sudah mulai bosan dengan mainannya tersebut, terkadang ia jual ataupun dia berikan kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Si Agus juga orangnya pandai, pandai menghemat uang tapi si Agus ini kadang kurang percaya diri dengan dirinya sendiri. Hasil jualannya ia tabung, katanya sih buat beli sepeda. Biar nggak gantian lagi sama kakaknya, Septi.
*****
Ketika pembelajaran berlangsung, si Juli kebelet pipis. Tapi ia takut izin keluar kelas sama pak Yogi. Pak yogi adalah guru matematika, seperti di sekolah pada umumnya guru matematika itu terkenal killer-nya. Ditambah lagi pelajarannya yang bikin otak setrum.
“Jul, kenapa kok dari tadi gak diam?” kata teman sebangkunya, Agus.
“Aku pengen pipis, tapi takut izin sama pak Yogi,” jawab Juli sambil berbisik.
Agus nyengir melihat temannya yang lagi seperti cacing kepanasan.
“Gini aja, pura-pura pinjam buku matematika di kelas sebelah,” kata Agus.
Juli mengangguk, “haha pinter juga kau,gus!” . Juli langsung beranjak dari bangkunya dan menuju meja pak Yogi, wajah pak Yogi yang seram membuat Juli semakin kebelet. “Tuhan, mau pipis aja udah mau setengah mati gini,” desis Juli dalam hati.
“Pak, izin ke kelas sebelah, ya? Mau mengambil buku yang dipinjam sama teman,” kata Juli sambil gemetar.
Pak yogi mengerutkan keningnya, antara gak percaya dan setengah percaya. Kumisnya miring , Juli semakin nggak kuat. Juli pun langsung keluar kelas, tanpa mendengar kata “iya” dari pak Yogi.
Setelah “plong” Juli kembali ke kelas dengan wajah agak santai, ia tak menengok pak Yogi sedikitpun, karena ia tahu pak Yogi pasti memasang muka monsternya.
Tiba di bangku, Agus berbisik “ kau hebat jul, pakai mantra apa diluar tadi, kok, pak Yogi nggak marah?” “Ah masa iya? Mantra apaan emang aku ini pesulap,” sahut Juli sambil membuka-buka lembaran buku didepannya.
Tiba-tiba..
“Juli, ke depan! Bawa buku yang barusan kau ambil di kelas sebelah” ucap pak Yogi dengan santai.
Juli kaget, “mati aku gus, mati!” “kau hidup jul, hidup kok,” kata Rama dari depan.
Juli berjalan maju ke depan dengan kaki gemetar. Ia membawa buku matematikanya. Lalu, buku matematikanya diperiksa pak Yogi.
“Angkat satu kaki,pegang satu kuping,” kata pak yogi.
“Hahahha.” serentak, semua anak-anak terbahak-bahak termasuk Agus dan Rama melihat Juli. Ternyata resliting celananya tidak tertutup. Dan  pak Yogi menggeram ketika melihat buku Juli.
“Juli, kamu bilang teman kamu pinjam bukumu, sedangkan di kelas sebelah sudah lama belajar materi ini, untuk apa dia meminjam bukumu?!!” Juli hanya terdiam.
 “Juli, perbaiki dulu resliting celanamu!” kata pak Yogi.
Dengan wajah pucat sambil  mengangkat satu kaki dan juga memegang kuping kirinya, Juli berkata “Maaf pak Yogi, tadi aku kebelet pipis, tapi aku takut izin sama bapak, jadinya aku bilang saja ke kelas sebelah dengan alasan ngambil buku matematika,”
“hmm..lain kali kalau ketahuan bohong lagi, saya pelorotin celanamu didepan sini, sana balik ke bangkumu,” kata pak Yogi sambil mengusap-usap kumis hitamnya. Juli pun kembali ke bangkunya. Kebetulan, saat itu jam pelajaran pak Yogi sudah habis, dan berlanjut dengan pelajaran lain.
Saat pulang sekolah, Juli , Agus dan Rama kembali bersama-sama. Mereka saling bercerita tentang kejadian waktu pelajaran matematika tadi. Di perjalanan mereka terbahak-bahak mengingat resliting Juli terbuka dan dilihat oleh seisi kelas. Tak lama, Agus tiba di rumahnya duluan, saking persahabatan mereka sangat kuat, mereka mengantar  Agus sampai depan pintu. Agus menyuruh mereka berdua untuk mampir sebentar di rumahnya, sambil menikmati teh yang disuguhkan oleh emak. Mereka berdua pun setuju, tapi hanya sedikit saja meminumnya, karena mereka takut kalau hujan turun lagi. Meskipun mereka punya payung mereka tak membawa jaket. Dan juga karena rumah Rama lebih jauh dari rumah Agus maupun Juli. Sebelum pulang, mereka berdua pamitan sama emak, dan juga mengajak Agus agar membuat mainan pada sore hari di rumah Juli.
Setelah Juli dan Rama pulang, Agus tidak lupa mencium telapak tangan si emak ketika datang berpergian, setelah itu dia mengganti seragamnya dan kemudian masuk ke dalam kamarnya. Mungkin karena cuaca sangat dingin, ia pun tertidur. Jam sudah menunjukkan jam 15.00 WIB. Sebentar lagi Ashar. Si emak membangunkan Agus dengan cara membunyikan piring yang ia ketukkan dengan sendok.
“Kebakaran, kebakaran!!” ucap Agus dengan kaget dan ia terbangun dari tidur pulasnya.
“Badanmu nanti yang terbakar kalau kau tak shalat zuhur!” kata emak sambil keluar dari kamar Agus.
“Ah, sudah sore rupanya,” Agus menatap jam dinding dan ia langsung bergegas berwudhu untuk shalat zuhur dilanjutkan shalat Ashar. Setelah selesai ia bersiap-siap ke rumah Juli, karena sudah janji akan membuat mainan sama-sama.
Agus pun menuju rumah Juli, letaknya lumayan jauh dari rumah Agus. Tapi ia hanya jalan kaki, karena sepedanya masih dipakai kakaknya bekerja. Sesampai dirumah Juli, disana sudah ada Rama yang sedang menggayat papan bekas. Mereka pun sama-sama membuat mainan. Sambil menikmati es syrup buatan mamanya Juli, Bu Atik. Mereka sangat semangat dalam membuat mainan tersebut, masing-masing mereka punya satu mainan hasil buatan masing-masing. Tak lama, cuaca gerimis. Agus mulai khawatir jika ia tak bisa pulang ke rumah, karena dia tak punya payung.
Rama dan Juli sangat paham dengan raut muka Agus, mereka berdua mencoba bergurau.
“Nyium bau nggak?” kata Rama.
“Bau apa?” kata Juli.
Agus tersenggak, ia baru ingat kalau dia lupa mandi sebelum menuju rumah Juli.
Agus nyengir “hehehee bau apa ya?”
“Kok kamu nyengir gus? Jangan-jangan si Agus belum mandi nih,” kata Juli sambil tertawa kecil.
“Bau apa emang?” kata Agus semakin penasaran.
“Bauang goring," kata Rama sambil tertawa cekikikan.
“Ah, kau ini, aku kira kalian tau beneran aku belum mandi,” spontan Agus menjawab.
“wah ternyata Agus beneran belum mandi, hahahaa,” kata Juli.
“Aku juga,” kata Rama sambil nyengir.
“Sama aja sih, aku juga,” kata Juli.
“hahahahahaa.” mereka bertiga terbahak-bahak.
Hujan belum reda, Agus kembali resah memikirkan bagaimana ia pulang ke rumahnya. Kemudian ia berfikir untuk menjual hasil mainan buatannya tadi agar bisa membeli payung di toko dekat rumah Juli. Saat Agus meminta salah satu dari mereka membeli mainannya ,Ibu Atik yang membelinya. Lumayan dihargai Rp.20.000 , meskipun payung hanya Rp.15.000. Agus pun pergi  membeli payung sebentar ke depan, dekat jalan raya. Karena saat itu hujan sedikit reda. Tapi sayang, toko payungnya tutup, dan hujan semakin deras, alhasil Agus terdiam sebentar di depan toko, seketika dia menoleh ke samping disana terlihat payung di dekat ranting-ranting pohon. Sepertinya payung itu sudah rusak dan dibuang. Agus pun memungutnya, karena ia pikir takkan ada orang yang memiliki payung rusak ini. Warnya merah, bagian atasnya agak kotor, mungkin sudah beberapa hari dibuang. Saat ia periksa payung tersebut, ternyata ada selembar uang kertas harga Rp.100.000. Ia kaget, sudah mendapat payung, meskipun jelek dan rusak dapat duit lagi. Ia sangat gembira, ia menggunakan payung tersebut kembali kerumah Juli, ia ingin berbagi yang ia dapat dengan Juli dan Rama. Tetapi, setiba dirumah Juli, pagarnya sudah terkunci. Agus pun pulang ke rumahnya, masih dengan wajahnya yang sangat gembira. Setiba dirumah, dilihatnya emak sedang tertidur pulas, ia tak ingin membangunkan sang emak. Lalu ia pergi ke belakang untuk memperbaiki payung yang ia dapat di depan toko tadi. Dan tak lupa juga ia membersihkannya. Setelah dibersihkan warnanya sangat memukau, coraknya juga sangat unik.
Dan keesokan harinya, sebelum berangkat kesekolah, ia jemur di depan rumahnya. Lalu, salah satu tetangganya sangat tertarik dengan payung milik Agus, tetangganya tersebut berminat untuk membeli seharga Rp.200.000, mungkin karena payungnya terlihat antik dan juga unik dengan warna yang cerah. Agus pun menjualnya, ia berpikir uangnya bisa ditambahkan kedalam celengannya untuk membeli sepeda. Dan ia juga bisa membeli payung dengan uang hasil jualan mainannya pada ibu Atik.
Saat di sekolah, Agus bercerita dengan kedua sahabatnya, Juli dan Rama. Mereka bertiga sangat gembira, karena Agus sudah punya payung, jadinya ,kalau sewaktu-waktu hujan, Agus tak perlu menunggu hujan reda lagi kalau mau pergi ke sekolah, dan juga tak perlu membawakan tas Rama lagi kalau pergi ke sekolah ketika hujan.

~cerpen~ Sakura! wait me..



SAKURA! Wait me..
Hak Cipta : Syarifah Ulfah
Pagi buta, Mama membangunkanku dengan gedoran keras pada pintu kamarku. Aku yang tadinya sedang menikmati mimpi indah tiba-tiba dikejutkan dengan suara mama yang lantang itu. Tidurku mulai tak enak dilanjutkan. Ku lihat jam dindingku ternyata masih jam lima subuh. Tapi kenapa mama hari ini membangunkanku dengan cara yang berbeda dari biasanya?
Aku beranjak dari kasur empukku, melepas selimut yang tengah menghangatkanku, menelantarkan guling yang menjadi teman setiap malamku. Aku keluar dengan rambut kusut, berjalan seperti orang mabuk dan mataku yang masih sulit dibuka,sampai-sampai kepalaku terbentur sisi ujung lemari.
Adikku menertawakanku dan membuat ku kaget, tumben jam segini sudah pada bangun.
Aku tak banyak bicara, dan tak pula menanyakan kenapa hari ini pagi-pagi sekali bangun. Aku langsung menuju kamar mandi, dan selesai mandi mamaku menyuruh pergi kepasar. “Ha? Emangnya hari ini hari apa?,” mataku langsung terbelalak dan lari mencari kalender.
1
Aku duduk diruang tengah sambil mengeringkan rambutku yang basah, disampingku juga ada adikku yang sedang nonton kartun.
“Tumben,kak, jam segini sudah mandi,”  kata adikku, sambil menyengir.
“Tau,ah, kamu sih nggak bilangin kakak kalau hari ini hari minggu, hukumannya, sekarang temenin kakak kepasar”, ucapku agak kesal.

2
“Papa, Qya disuruh mama minta uang buat beli sayur,pa,” seruku sama papa yang lagi santai membaca Koran.
“Kak Qyara, ayo cepetan, entar mataharinya keburu condong,” kata Niara, adikku dari luar pagar.
“Kok papa nggak respon ya, apa enggak dengar?” desisku. Kemudian ku tarik koran yang menutupi wajah papa. “Maaf telat,pak!” kata papa sambil hormat, aku pun tertawa melihat papa kaget, ternyata tadi papa tertidur.
Aku dan Niara mengayuh sepeda menuju pasar dengan semangat, karena diberi papa uang lebih, lumayan buat beli snack favoritku dan juga coklat.
Tiba di gerbang pasar, aku dan Niara bengong, kami terdiam sejenak. Lalu kami memarkir sepeda dan berpegangan tangan.
“Kak Qya, Niara takut, emang begini ya yang namanya pasar, pasti banyak orang jahat, aku takut diculik,kak,” kata Niara sambil memegang erat kemudian memelukku.
“Hush,diam kamu Niara, Ya sudah kamu pegang erat tangan kaka,ya,dek,” sahutku kepada Niara.

Suasana pasar saat itu padat merayap, mungkin karena hari libur, Niara yang semakin erat memegang tanganku membuatku juga takut. Ditambah lagi ada om-om yang pakai jaket merah sambil bawa tongkat, penampilannya sih setengah kayak preman tapi jalannya agak teruguh-uguh. Aku dan Niara membeli sayur ditempat pak Ojo, tempat sayur langganan mama. Saat aku dan Niara menunggu pak Ojo mengambilkan sayur, tiba-tiba ada yang berteriak “copeeet…copeet”. Ternyata om-om yang jaket merah itu copet, ia lari kearah kami, Niara yang dari awal sudah ketakutan dia menangis. Karena ini adalah pertama kalinya dia ikut ke pasar kota. Saat copet itu ingin melintasi jalan didepan ku, ku ulurkan kaki kananku dan copet itu terjatuh. Aku dan Niara langsung lari, dan akhirnya pencopet itu dihajar orang pasar. Tapi, kami lupa membawa sayuran. Aku mencoba untuk membujuk Niara agar menungguku sebentar untuk mengambil sayuran itu. Tapi Niara tidak mau, aku dan Niara kembali ke tempat pak Ojo, disana kami bertemu ibu yang kena copet tadi, dia menghampiri kami dan mengucapkan terimakasih dan kemudian memberi kami uang. Tapi kami tidak mau menerima, karena kami tidak berbuat apa-apa terhadap pencopet itu. Tapi ibu itu memaksa kami untuk tetap menerima uang itu, karena katanya kalau tidak dijebak dengan kakiku pencopet itu tidak akan tertangkap. Aku dan Niara pun tersenyum, akhirnya kami mau menerima uang itu.
Dijalan menuju  pulang , Niara masih terlihat sangat takut. Aku mencoba menghiburnya dengan mengajaknya ke Supermarket. Kebetulan, uang yang dikasih papa masih banyak sisanya, ditambah lagi dengan uang yang dikasih ibu tadi. Aku membeli Snack favorit dan banyak cokelat, dan Niara, dia beli banyak es krim.

3
Setiba dirumah, Niara terlihat kelelahan. Aku langsung dimarahin mama karena sudah mengajak Niara pergi kepasar. Aku terdiam  sejenak, kemudian masuk kedalam kamar. Ku ambil laptopku, dan ku putar film yang ada dimemori flashdisk ku. Sambil menahan kesal karena dimarahi mama, aku mencoba menikmati film itu, judulnya “taiyo no uta”. Sebelumnya aku nggak pernah nonton film ini, karena hobby-ku bukan menonton film.
Jam dindingku menunjukkan jam 12 siang, Niara mengetuk pintu kamarku. Dengan perasaan masih kesal, aku buka pintu. Ternyata dia memberiku es krim rasa cokelat. “Ummm cokelat, aku suka sekali”.
Aku kembali melanjutkan menonton film jepang itu. Endingnya bikin aku nangis, tapi aku suka sama lagu yang ada didalam film itu. Setelah ku cari-cari judulnya , akhirnya aku dapat judul lagu itu. Judulnya Good Bye Days, penyanyinya YUI sekaligus yang menjadi tokoh utama dalam film itu. Ku mainkan lagu itu  lewat ponselku berulang kali, dan sampai aku tertidur pulas.
2 jam kemudian…
“Qyara,..Qyaraa..”
Suara dari depan pintu membuatku terbangun, ku matikan musik diponselku. Dan ternyata itu suara mama.
“Ada apa,ma?,” sahutku serak.
“Mama titip Niara dan Azria,ya. Mama sama papa mau keluar sebentar,” kata mama.
“Iya,ma,” sahutku.
Saat mama dan papa sudah pergi, ku lihat kedua adikku sedang asyik bermain. Niara sedang main game dilaptop papa, dan Azria sedang main mobil-mobilan. Azria adalah adik kedua ku, satu-satunya adik ku yang cowok. Dia masih berumur 1 tahun. Tapi menurutku dia sudah pintar.
Aku kembali ke kamar, dan kembali memutar film taiyo no uta, karena pertama menonton aku belum cukup paham dengan alur ceritanya.
Beberapa menit kemudian..
“Kak, Qya..kata mama tadi kakak belum makan siang,kan?” kata Niara didepan pintu kamarku.
“emm…” sahutku pendek.
Tiba-tiba, klop adikku menutup laptop dan akhirnya laptopku mati.
“Niara, kok kamu tutup sih laptopnya?”  kata ku sambil memandangnya tajam.
“Kak Qya.. makan dulu kata mama, entar kakak sakit, mama udah buatin makanan kesukaan kakak, tapi tadi kakak tidur, mama nggak tega bangunin kakak karena mama tau kakak capek habis dari pasar,” sahut adikku, yang masih duduk dikelas 3 SD itu.
Aku pun beranjak dari tempat tidurku, dan menuju dapur untuk makan siang, karena sebenarnya aku juga menahan lapar sudah dari 2 jam yang lalu.
4
Esok harinya, seperti biasa aku dan Niara masuk sekolah, papa dan mama ku juga pergi bekerja. Azria yang masih 1 tahun terpaksa harus dititipkan sama bibi disebelah rumah nenek, nggak jauh sih dari rumahku. Papa bekerja sebagai manager direktur pada sebuah industry material dikota, dan mama bekerja sebagai manager administrasi diperusahaan tambang. Jadi, mama dan papaku adalah orang sibuk. Tapi aku bersyukur, mama dan papa ku tidak seperti orang-orang sibuk kayak difilm, yang tidak bisa mengurus anak dan rumah tangga. Dalam sepekan, pasti ada waktu buat keluarga, itu yang ku syukuri dengan keluarga kecil ini.
Satu bulan yang akan datang adalah hari yang sangat aku tunggu-tunggu, karena itu adalah masa cuti papa, dan seperti tahun sebelumnya, kalau papa cuti, papa pasti dibelikan tiket untuk liburan keluar negeri. Tapi, tiketnya cuma dua, biasanya dipakai sama mama dan papa saja. Sudah 5 tahun papa bekerja di industry itu, dan 5 kali juga papa udah pergi ke luar negeri. Aku berharap tahun ini papa perginya sama aku, hitung-hitung hadiah ulang tahunku yang tanggalnya satu minggu dari hari ini. Aku ingin pergi ke paris, melihat menara Eiffel. Biar bisa bikin iri teman sekelasku juga, karena sekarang kan lagi zamannya paris. Apalagi temanku, Helda, ngefans sama menara, seisi kamar isinya gambar menara. Tapi masih mending sih dari pada ngefans sama K-POP, tapi K-POP itu mending juga sih bisa nyanyi, dari pada menara? . Nggak ngerti juga sih aku dari mana mereka menilai menara itu, tapi yang penting, tahun ini aku harus bisa merebut tiket itu dari mama.
Satu bulan kemudian..
Mama dan Papa sedang mengobrol diruang tengah, ku lihat Niara dan Azria sedang bermain bersama. Aku pikir sepertinya mama dan papa merencanakan liburan akhir tahun lagi. Aku mencoba ikut dalam perbincangan mama dan papa.
“Pa, papa mau liburan lagi,ya?,” kata ku sambil membawakan teh yang ku ambil dari bibi sum.
“Iya, kenapa?” kata mama. “Ih, kok mama yang nyahut,sih” desisku dalam hati.
“Emm..pa..ma.. minggu kemarin kan ulang tahun aku yang ke 17. Kalau kata orang sih 17 itu angka yang so sweet,pa,” sahutku.
“ya, terus?” kata papaku sambil memperbaiki kacamatanya.
“Boleh ya, pa, kalau tiket mama pergi keluar negeri sama papa dikasih ke Qyara?” ucapku sambil memohon tanpa melihat muka kedua orang tuaku.
“Pa, kalau kak Qya ikut, aku juga harus ikut,” kata Niara dari kejauhan.
Mama sama papa ku berpandangan, kemudian mereka berbisik seperti ingin menyetujui permintaanku.
“Qyara sayang..Tiketnya boleh kok dikasih sama kamu,” kata Mama sambil cengir agak menenangkan.
“Iya,nak, tiketnya boleh kamu dapatkan, tapi..” kata papa , seketika memberhentikan pembicaraannya.
“Tapi apa,pa?” sahutku penasaran.
“Tapi Qyara harus juara dulu ujian tahun ini,ya,nak?” kata papa dan mama bersamaan.
Muka ku berubah jadi kusut, mama dan papa kemudian meninggalkanku diruang tengah sendirian. Akhirnya aku masuk ke dalam kamar. Sambil mengemil coklat dan snack aku men-search tentang paris di Google. Disitu aku banyak mendapat info tentang tempat-tempat menarik selain menara Eiffel. Di page terakhir, aku melihat link yang menginfokan tentang Jepang. Iseng saja aku buka page itu. Dan tempatnya cukup menarik juga untuk dikunjungi. Aku mulai tertarik untuk mengunjungi negeri matahari ini. Budayanya yang khas, dan juga pohon sakuranya yang membuatku semakin melonjak-lonjak nekat ingin pergi kesana.
Satu minggu lagi, aku kembali ditinggal mama sama papa liburan ke Belanda. Karena, mama sangat tertarik untuk pergi ke Denmark. Jadi , mama mengajak papa untuk ke Belanda memakai tiket itu. Aku mencoba merayu papa lagi agar membatalkan ke Belanda, dan mengajak pergi ke Jepang. Tapi, ajakanku sia-sia. Mama dan papa sudah menghubungi teman papa yang menjadi pemandu wisata saat liburan ke Belanda.
Satu minggu kemudian..
Aku dan Niara ikut mama dan papa ke Bandara diantar sopirnya papa, Azria tinggal dirumah sama bibi Sum. Kesal dan sedih menggelut dihatiku, tapi nggak papa lah, kan kata papa kalau aku juara pasti diajak. “Sayang, mama sama papa pergi seminggu,ya,” kata Papa. Mama mengusap kepalaku dan juga menciumku. Dan Niara digendong papa sebentar.
Aku dan Niara sudah sering ditinggal sama papa keluar negeri, apalagi keluar kota. Tapi, kami tetap sayang kok sama mereka, karena kadang mereka selalu mengajak kami liburan sebulan sekali.
Satu minggu tanpa mama dan papa, hanya ditemani bibi sum dan juga nenek dirumah. Azria juga selalu menangis kali ini. Mungkin karena dia pertama kali ditinggal mama dan papa.
karena ini liburan akhir tahun, jadinya aku sangat sepi. Andai saja sekolah nggak libur, pasti tidak terlalu sepi karena ada teman-temanku. Dalam liburan kali ini, ku sempatkan setiap hari untuk belajar,biar menjadi juara dan bisa pergi ke luar negeri. Aku juga sering mencari-cari tentang Jepang. Dari tempat wisata dan juga budayanya. Aku juga mempelajari bahasanya. Meskipun terbilang sangat sulit,jauh berbeda dengan Bahasa Indonesia.
Waktu berlalu, mama dan papa tiba di Bandara, Aku dan Niara diajak sopirnya papa menjemput, aku juga mengajak Bibi sum untuk membawa Azria.
“Kak Qya, kemarin kakak minta oleh-oleh apa?” seru Niara yang terlihat bahagia.
“Oleh-oleh? Oh iya kakak lupa minta oleh-oleh sama mama dan papa, kalau kamu minta apa kemarin,de?,” jawabku.
“Aku minta dibawain kincir angin yang besar itu,kak,biar dirumah kita nggak usah pakai AC lagi,hemat kan jadinya,” sahut anak SD itu.
“haduh,de, kamu kira, bisa apa? Presiden kita aja mungkin nggak bisa membawa kicir angin itu,de,” gumamku.
Tak lama, Niara mulai mengantuk,Azria yang juga selalu menangis mulai berhenti.
“Pak, kok dari tadi, nggak nyampe bandara?” gumamku pada sopirnya papa.
“Macet,nak,” kata sopir papa,Om Retno.
 Aku juga mulai mengantuk, karena perjalanan menuju bandara lumayan masih jauh, aku pun tidur didalam mobil.
5
“Lho, kok aku dirumah, emangnya tadi mimpi ya menjemput mama dan papa,” ucapku sambil menggaruk kepala.
“yeee aku dapat bonekaaa,” teriak Niara sambil lari-lari diruang tengah.
Aku langsung lari mencari papa dan mama, mencari oleh-oleh buatku.
“Hai, sayang, sudah bangun ternyata gadis mama,” mama tersenyum.
“Buat aku mana,ma?” sahutku sambil menggosok-gosok mata.
“Ini khusus buat kamu,nak,” kata papa sambil menyodorkan satu kotak yang berlapis kertas kado keemasan.
Aku menghampiri papa dan mama, lalu ku buka kotak itu.
“Kok, ini pa,ma?”
“Itu biar kamu rajin belajar,nak”
“Satu minggu, papa sama mama pergi ke Belanda , terus ngasih oleh-oleh satu kotak penuh buku-buku tebal ini ,pa? buat apa?” sahutku geram.
“Papa sama mama kan sudah bilang, kalau kamu juara,kamu pasti akan pergi ke paris,” kata mama sambil merapikan buku-buku yang aku keluarkan dari kotak itu.
“nggak jadi ke Paris,pa,ma, aku mau ke Jepang saja” sahutku tanpa menoleh kepada mereka.
“Kamu bebas mau kemana saja, tapi kamu harus jadi juara dulu Ujian tahun ini,” sahut papa.
“pokoknya aku mau perginya sekarang!” ucapku agak keras.
“Masuk kamar!” kata papa yang terlihat mulai marah denganku.
“Iya,pa,ma” sahutku pendek sambil membawa buku-buku dalam kotak itu ke kamar.
Malam tiba, aku malas makan bersama keluarga, aku tidak menyahut saat mama dan papa mengetuk pintu kamarku. Aku pura-pura sudah tidur, padahal aku sedang main internet, aku juga sering belajar bahasa jepang. Semakin hari, rasanya semakin cinta sama jepang. Padahal, seingatku, waktu aku masih Sekolah Dasar, aku sangat benci Jepang, kenapa? Habisnya menjajah Indonesia,sih. Tapi, tekadku untuk pergi ke Jepang semakin menjadi-jadi.
Terpikir dalam benakku untuk membuka buku-buku tebal itu, awalnya iseng saja membaca halaman pertama dan kedua. Tapi, tak mengubah rasa penasaranku  dan bahkan semakin ingin tahu terhadap isi buku yang berjudul “World of my life”.
Aku mulai membaca dan memahaminya, dalam satu hari, aku bisa membaca 2 buku tebal sekaligus. Setelah seminggu, masih ada 3 buku yang belum aku baca. Tapi, karena ujian sudah dekat. Aku memilih untuk membaca buku pelajaran saja. karena aku kembali teringat dengan janji papa.
Hari-hari berlalu, umurku sudah mau meninggalkan angka 17. Meskipun beberapa bulan lagi, tapi aku sering bilang “welcome my 18th birthday”. Aku sering berfikir bagaimana menjadi orang dewasa. Karena kata iklan ditv “jadi orang gede itu enak,tapi susah dijalanin” . Ujian Sekolah tinggal menghitung hari, aku berusaha giat belajar, sampai-sampai aku melupakan kalau aku juara aku akan dapat tiket keluar negeri. Saat Ujian tiba, aku tak pernah lepas dengan buku sebelum lonceng berbunyi. Sampai-sampai teman-temanku sering mengejekku. Aku benar-benar giat tahun ini.
Ujian berlalu, tinggal menunggu pengumuman. Sambil membicarakan universitas yang akan menjadi kampusku bersama teman, aku ditembak seorang cowok yang satu lokal waktu aku Ujian. Farhan,namanya. Dia dikenal anak yang aktif, dulu aku juga pernah suka dengannya. Tapi, aku tidak bisa menerimanya, saat itu aku bilang “aku akan terima kamu, tapi kalau aku lulus dalam Ujian ini”. Dia pun meng-iyakannya.
Tiba dirumah, mama dan papa sedang duduk diruang tengah, dan menyuruhku untuk duduk diantara mereka.
“Gimana ujiannya,nak?”
“Ya, sama aja. Baca soal dulu, kalau dapat ya dibuletin lembar jawabannya” sahutku santai.
Mama dan papa ku tersenyum, aku pun masuk kamar. Pas masuk kamar, tiba-tiba seketika wajah Farhan terbayang-bayang olehku. Aku mencoba untuk tidak memikirkan dia, aku ambil buku yang masih tersisa dalam kotak. Kali ini targetku membaca 3 buku, karena tanggung. Tapi aku malah tertidur. Aku pun berantusias untuk membaca satu buku terakhir pada besok hari.
Besok hari..
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, lalu mandi kemudian bersiap-siap sekolah. Tak lupa aku sarapan bersama keluarga. Azria sekarang sudah bisa berjalan dan Niara sekarang sudah gede, badannya lebih gemuk dari aku. Saat aku mengambil tas didalam kamar, ada satu buku terletak diatas meja belajarku, aku baru ingat kalau mau membaca buku itu hari ini. Buku itu aku masukkan dalam tas ku.
Disekolah..
Aku kembali bersama teman-temanku, tapi saat itu juga aku dilanda perasaan penasaran dengan buku itu. Aku meninggalkan mereka, aku pergi ke perpustakaan untuk membaca buku itu. Padahal masih pagi, tapi perpustakaan sekolah sudah buka.
Saat aku ingin membaca,tiba-tiba seseorang mengejutkanku dari belakang sambil berkata “Ohayou Qya-san”.  Aku menoleh kebelakang, dan, Farhan. “Ohayou, Farhan-kun” sahutku. “Dia bisa bahasa jepang” desisku dalam hati.
“Kamu jago bahasa jepang,ya?” kataku dengan Farhan.
“Nggak juga, tapi setelah baca buku yang kamu pegang, aku jadi tahu tentang Jepang”. Kata Farhan.
Aku kaget, dan langsung membaca halaman pertama buku terakhir ku tersebut.
Tepat! Buku ini bertema Jepang. Dari belajar bahasa, budaya, pokoknya semua akan menjawab pertanyaanku tentang Jepang.
Beberapa minggu kemudian..
Tiba lah yang ditunggu-tunggu, pengumuman kelulusan. Aku lulus dengan nilai yang cukup tinggi tapi tidak menjadi Juara. Aku kembali teringat dengan janji papa. Aku tidak akan bisa mendapat tiket itu. Tiba-tiba Farhan mengejutkanku, aku baru ingat, pasti dia menagih jawabanku.
Karena aku lulus, dan karena aku juga suka sama dia, dia juga suka Jepang. Aku menerimanya sebagai pacar pertamaku.
Tiba dirumah, mama dan papaku menanti kabar tentang Ujian ku, dan aku bilang,aku tidak juara. Mereka terlihat sedih, aku semakin terpukul,padahal sudah belajar mati-matian. Aku masuk ke kamar. Dan merebahkan tubuhku yang sangat penat. Aku pikir, aku bukan anak kecil lagi yang kemauanku harus diturutin ini itu. Aku mencoba untuk menghilangkan keinginanku untuk pergi ke Jepang. Tapi, aku yakin, suatu saat nanti aku akan kesana.
5 menit kemudian..

“Qyara..sini nak,” kata mama.
“Apa,ma?” sahutku layu.
“Nggak tau,kata papa kesini sebentar” kata mama yang semakin keras.
Aku pun keluar dengan sangat malas, badanku masih capek, sms dari Farhan saja nggak aku balas, padahal baru jadian.
“Aaaaa…papa ..mama…makasiih!!” seruku bahagia. Mama dan papa memberiku tiket keluar negeri. Dan tahun ini kami pergi sekeluarga. Alangkah senangnya aku bisa liburan keluar negeri. Dan aku memilih Jepang! Kebetulan ini masih bulan Juni, pasti bunga Sakura masih mekar.
“Sakura…tunggu aku” teriakku sambil mencium-cium tiket itu. Aku langsung membalas sms Farhan dengan bahagia, aku juga cerita dengannya. Dan katanya dia juga mau ke Jepang. Meskipun nggak satu pesawat. Tapi kami janjian kalau tiba disana.
“Makasih ya Tuhan, makasih mama..papa..tahun ini liburan pertamaku keluar negeri dan juga bersama
orang terkasih”.

~Cerpen~ Dikejar dinosaurus setelah bermain bola





Dikejar dinosaurus setelah bermain bola
Hak cipta : Syarifah Ulfah

Tengg..tengg..tengg” terdengar suara lonceng menandakan murid-murid SD Tunas harapan pulang.
Terlihat dari sudut sekolah Didi dan Aldo sedang berjalan menuju parkiran sepeda.
Diperjalanan Didi berbincang-bincang dengan Aldo tentang ulangan matematika kemarin.
“Do,kemarin ulangan matematika kamu gimana ?” kata Didi.
“Saya dapat nilai 70 ,kalau kamu berapa ?” sahut Aldo dengan muka murung.
“Nilai saya 80,cuma beda 10 kok do, jangan sedih begitu” Ucap Didi menenangkan.

Diperjalanan menuju rumah Didi dan Aldo bertemu dengan Reza,Fajar dan Ade.
“Aldo, Didi.. tungguuu !! ” Teriak Fajar dari belakang.
Aldo dan Didi pun menghentikan kayuhan sepedanya. Reza,Fajar dan Ade menghampiri Aldo dan Didi.
“Ada apa kalian memanggil kami ? ” tanya Aldo kepada Reza,Fajar dan Ade.
“Kami mau mengajak kalian bermain sepak bola dihalaman belakang rumah Ade,apakah kalian mau ikut ?” kata Reza
Didi pun menoleh kearah Aldo, Aldo hanya diam.
Aldo,kalau kamu ikut saya juga akan ikut” ucap Didi
“Iya do,ikut saja” sahut Ade meyakinkan
“Baiklah” Jawab Aldo sambil tersenyum.
“Ok,kami tunggu sehabis pulang sekolah ini ya..” ucap Reza,Fajar dan Ade sambil meninggalkan Didi dan Aldo.

Didi dan Aldo pun melanjutkan perjalan menuju rumah.
Didi pun bertanya kepada Aldo akan keadaannya yang dari tadi terlihat murung.
“Do,ada apa denganmu ? saya lihat dari pulang sekolah kamu murung terus” Ucap Didi
“Tidak apa-apa kok Di” Sahut Aldo
“Apa mungkin karena ulangan matematika kemarin ?” Didi mulai penasaran
“Ah sudahlah,saya tidak ingin membahas ulangan.” Jawab Aldo agak keras.

Didi telah tiba didepan rumahnya,karena rumah Didi dekat dengan perempatan sebelum rumah Aldo.
“Aldo,jangan lupa..setelah ini kita main bola bersama Reza,Fajar dan Ade” Teriak Didi kepada Aldo.
“Iya di, nanti saya jemput!” sahut Aldo sambil mengayuh sepedanya.
Tiba dirumah,Aldo langsung membuka pintu rumahnya dan bergegas masuk kamarnya.
Si ibu yang sibuk mencuci piring didapur pun terkejut dan langsung menghampiri anaknya si Aldo.
Namun si ibu melihat anaknya telah mengenakan pakaian olahraga.Si ibu pun heran dan sedikit panik.
“Do,kamu mau kemana? Pulang sekolah kok gak kasih salam dulu sama ibu ?” kata Ibunya.
“Maaf bu, maaf..Aldo lupa” sahut Aldo sambil memasang sepatu olahraganya.
 Ibu semakin heran dengan tingkah laku anaknya itu,tidak biasanya si Aldo pulang sekolah tanpa salam dan bergesak-gesak seperti itu.
“Ibu,Aldo pergi dulu ya..assalamualaikum” kata Aldo sambil mengayuh sepedanya.
Kamu mau kemana ? hati-hati nak! wa alaikum salam” jawab ibu dari depan pintu.
Aldo mau bermain bola dibelakang rumah Ade bu ! iya bu ” sahut Aldo yang sudah agak jauh dari rumahnya.        
Si ibu terlihat sedih.Namun si ibu mencoba mengartikan anak semata wayangnya yang mulai aktif itu.
            Aldo bergegas-gegas mengayuh sepeda kesayangannya itu menuju rumah Ade, ia takut kalau ia terlambat datang.Namun saat diperjalanan dekat sekolahnya,Aldo teringat akan janjinya menjemput Didi.Aldo pun bergegas kembali memutar balik sepedanya untuk menjemput Didi.Saat tiba dirumah Didi ternyata Didi telah menunggu lama didepan rumahnya. Aldo pun meminta maaf karena ia terlambat menjemputnya.Setelah itu mereka berdua pun langsung menuju rumah Ade yang perjalanannya lumayan jauh dari sekolahnya.
Tiba dirumah Ade terlihat Reza,Fajar dan Ade yang sedang melakukan pemanasan sebelum bermain.
“mereka sudah datang” ucap Ade yang dari tadi tidak sabar untuk bermain bola.
“teman-teman kami minta maaf karena kami terlambat” kata Didi
“Iya tidak apa-apa kok , ayo kita siap-siap !” Jawab Reza.

Saat mereka ingin bermain tiba-tiba ada yang berteriak dari luar pagar rumah Ade.
“hai..saya boleh ikut bermain bola bersama kalian?” kata Jojo tetangga sebelah Ade.
“boleh,masuk saja pagarnya tidak dikunci” sahut Ade.

Mereka pun mulai membagi tim. Ade,Fajar dan Aldo adalah Tim 1 dan Reza,Didi dan Jojo adalah Tim 2.Mereka pun bermain dengan semangat dibawah terik matahari dan juga disaksikan oleh orang tuanya Ade.Tim Aldo mencetak 1 gol lebih dari tim Didi .Aldo sangat senang karena ia dapat memasukkan bola dalam satu kali tendangan.

            Langit mulai kekuningan,menandakan waktu sudah hampir magrib.Aldo pun bergesak-gesak ingin pulang karena ia takut kalau ibunya marah.Begitu juga dengan Didi,Reza,dan Fajar.Mereka pun pulang kerumah masing-masing.
            Saat Aldo tiba dirumah.Aldo langsung memasukkan sepedanya kedalam gudang.Aldo mengetuk pintu rumahnya yang sudah terkunci.Saat ibu membukakan pintu,Aldo terlihat pucat.dan Aldo pun merebahkan tubuhnya diatas sofa rumahnya.Si ibu yang dari siang tadi terlihat cemas kali ini membiarkan anaknya untuk beristirahat setelah seharian tidak dirumah.
Namun beberapa saat kemudian Aldo berteriak dan menangis ketakutan, ia terus memanggil-manggil ibunya.Namun pada saat itu ibunya sedang mencuci pakaian di sungai belakang rumahnya.
            Aldo melihat seekor dinosaurus besar dengan mengeluarkan semburan api panas kearahnya.Namun api tersebut tidak mengenai tubuhnya.Seekor dinosaurus tersebut sedang menghancurkann rumahnya dan rumah tetangganya.Terlihat pula ibu dan teman-temannya yang sedang berlari tak menentu.Namun si Aldo tidak dapat menggerakkan kakinya untuk berlari.Aldo pun menangis dan memanggil ibunya semakin keras.
Ketika ibunya tiba dirumah sehabis mencuci pakaian ibunya pun tersenyum melihat Aldo.Ibunya pun langsung membangunkan anaknya tersebut.
“Kamu kenapa do? Tidur kok teriak-teriak” ucap ibunya sambil merapikan sepatu Aldo yang berserakan.
“Rumah kita tidak hancurkan bu? Ibu tidak kenapa-kenapa kan?”Sahut Aldo dengan keringat yang membasahi wajahnya.
“Ibu tidak kenapa-kenapa,kamu tuh yang kenapa? Bangun tidur langsung bertanya keadaan rumah” jawab ibu sambil menahan tawanya.
“Tadi Aldo melihat dinosaurus bu,besaaaaar sekali.Dinosaurus itu menghancurkan rumah dan terus mengejar Aldo bu” Sahut Aldo yang masih terlihat ketakutan.
“hoalah do..do..kamu cuma mimpi nak,mana ada dinosaurus zaman sekarang.Dinosaurus itu cuma ada di zaman purba.” Jawan ibu sambil tertawa geli.

Aldo pun terlihat malu dengan ibunya.Ternyata ia hanya bermimpi dikejar dinosaurus.Dan dia juga berpikir mana ada dinosaurus mengeluarkan semburan api.”Dinosaurus yang mempunyai semburan kan cuma ada difilm kartun anak-anak”desis hati Aldo.

“Sebelum tidur kamu pasti tidak membaca doa,iyakan ?” ucap ibu kepada Aldo.
“hehe iya bu,maaf deh bu tadi Aldo kan sehabis bermain bola dan kecapekan makanya lupa membaca doa” Sahut Aldo sambil menggaruk kepalanya.
“iya sudah cepat mandi lalu belajar..lain kali sebelum tidur baca doa dulu” kata ibu sambil mengusap kepala Aldo.
“iya bu..” sahut Aldo.

Keesokan harinya,saat tiba disekolah Aldo bercerita dengan teman-temannya tentang mimpinya dikejar dinosaurus.Teman-temannya pun tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Aldo.Dan Aldo pun berjanji bahwa jika ingin tidur harus membaca doa terlebih dahulu.