Sabtu, 28 Mei 2016

Jeritan hati (part 2)



Bagaimana bisa kamu mampu mengatakan jika tidak ada aku, maka yang kau perjuangkan untuk jadi pendampingmu adalah dia.
Dimana kau taruh hatimu sayang? Selembut kapas pun kau mengatakan itu, itu tetap bagai sayatan. Kau anggap apakah aku ini hanya pendengar setiamu sayang?
Sekali lagi, itu tetaplah sayatan. Semakin sering kau menyebutkannya, bukan kah ia akan menjadi luka yang besar?
Sayang, ini hati. Bukan karet, yang ditimpuk dengan benda apapun, baik keras atau lembut tetap kembali seperti semula. Jadi sekali lagi, ini hati bukan karet sayang.
Bisa-bisanya kamu mengatakan seperti itu ditengah hubungan yang sudah kita jalin sangat lama, hanya karena kehadirannya yang katanya dengan maksud baik, hanya karena kehadirannya yang menurutmu  mampu untuk menjadikan ‘hidupmu akan lebih baik’. Dan, katamu,untuk ‘hidup kita akan lebih baik’. Jangan remehkan kata suka, karena suka dapat menumbuhkan cinta. Lalu bagaimana nasib cinta yang sudah tumbuh dengan subur? Apakah kau memikirkan itu? Apakah kau akan membiarkannya layu hanya karena bunga yang baru kau tanam lebih menarik warnanya?
Tentang dirimu yang tidak mau kehilangan bunga-bunga itu. Aku tidak mampu berkata-kata tentang hal ini. Aku memilih untuk menenangkan hatiku,dan meyakinkan hatiku bahwa kamu tidak akan meninggalkanku, dan tetap memposisikanku sebaik-baiknya posisi. Ya, diri ini hanyalah mampu sebatas berkata-kata, tidak ada yang dapat dibanggakan. Aku hanya seseorang yang berusaha, agar menjadi salah satu diantara yang lainnya, yang mampu tegar dalam perjuangan cinta, tanpa terlupa berserah diri kepada-Nya, Sang Pemilik cinta.

Jeritan Hati



~~~
Dadaku sesak, nafasku tersengal-sengal. Bukan diada-ada, bukan dibuat-buat. Tapi itulah adanya, ya, sudah 3 hari ini, semuanya menjadi “lain”. Secara sadar diriku tertatih-tatih bangun dari kenyataan, secara sadar membiarkan air mata berderai. Dibilang belum percaya tapi sudah jelas kenyataannya. Dibilang percaya tapi akal dan hati belum bisa menerima seutuhnya.
Bukan karena aku wanita yang lemah, cengeng, tidak berdaya atau sebagainya. Tapi secara akal, adakah yang sanggup sepertiku tanpa air mata. Bersyukur aku masih dipelihara Tuhan, yang memberikan hati kuat dan mampu bertahan. Linangan air mata mulai mengering tanpa sentuhan.
Tapi jangan tenang akan itu, aku hanyalah perempuan yang biasa dan mempunyai batas. Sampai detik ini, Tuhan begitu baik. Hingga masih memberikan kesempatan dan mengisyaratkan sesuatu baik untuk aku ataupun dirimu.

Calon pendampingku, maaf aku belum bisa seutuhnya menyerahkan ini semua terhadap sang pencipta. Aku punya perasaan, yang harus diselesaikan dengan perasaan. Bukan tentang perasaan diselesaikan dengan akal. Pahamilah wahai calon pendampingku, sehebat apapun wanita, tak ingin diperlakukan sama, juga tak ingin dibedakan. Wanita memang terkadang sulit dipahami, karena laki-laki hanya memandang secara logika. Wanita mempunyai perasaan yang halus, namun pada dasar dan kenyataannya ia memiliki rasa kasih yang begitu besar, terlebih jika ia sudah mampu menyebutkan seseorang yang dicintainya dalam tadahan doanya. Tidak selamanya wanita dianggap lemah, dan tidak selamanya juga wanita itu kuat. Sekuat apapun,dan sehebat apapun, ia tetap membutuhkan laki-laki yang telah memberikannya tulang rusuk. Meski wanita tidak dinobatkan untuk mencari, namun pada hakikatnya ia mencari.

Calon pendampingku, ini tentang perasaanku. Wanita mana yang sanggup menahan air mata ketika ditengah-tengah hubungan yang telah dibangun dengan kokoh,dengan pondasi ketulusan, tak terkecuali cinta dan kasih sayang yang di hadirkan setiap hari didalamnya, harus retak karena badai datang, baik pakai permisi atau tanpa permisi, bagaimanapun kehadirannya tetap tidak diinginkan. Apalagi, saat badai itu datang, kau malah membuka pintu untuk menyaksikkannya, sehingga apa? Kau fikirkan sendiri apa yang terjadi..

Calon pendampingku, ku mohon pahami lagi tentang wanita, terlebih yang telah bersamamu sekian lama. Aku tidak ingin ada rasa sesal jika kita salah dalam menyelesaikan masalah. Aku tahu niatmu baik, namun jika kebaikanmu dapat menyakiti orang lain. Apa jadinya?
Mohon jangan sampai mengorbankan perasaan orang lain demi memuaskan hatimu, sekalipun tidak bermaksud menyakiti.

Semoga kita bisa melewatinya biyaa, agar rasa cinta ini semakin besar dan kokoh, tanpa harus menyakiti perasaan orang lain juga.
Uhibbuka fillah, AIM